Gambar Sampul PKN · Bab 1 Budaya Politik di Indonesia
PKN · Bab 1 Budaya Politik di Indonesia
Rima Yuliastuti Wijianto Budi Waluyo

24/08/2021 13:14:31

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

ii

Hak Cipta pada Kementerian Pendidikan Nasional

Dilindungi Undang-Undang

Pendidikan Kewarganegaraan 2

untuk SMA/MA/SMK Kelas XI

Penulis

: Rima Yuliastuti

Wijianto

Budi Waluyo

Ukuran buku : 17,6 x 25 cm

Hak cipta buku ini dialihkan kepada Kementerian Pendidikan Nasional

dari Penerbit Percada

Diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

Bebas digandakan sejak November 2010 s.d. November 2025

Diperbanyak oleh ...

Rima Yuliastuti

Pendidikan Kewarganegaraan / penulis, Rima Yuliastuti, Wijianto, Budi Waluyo .

— Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional, 2011.

xii,; 254 hlm.: foto.; 25 cm.

untuk SMA/ MA/SMK Kelas XI

Bibliografi: hlm. 252

Indeks

ISBN 978-979-095-670-4 (no.jil.lengkap)

ISBN 978-979-095-677-3 (jil.2.3)

1. Kewarganegaraan —Studi dan Pengajaran

I. Judul

II. Wijianto

III. Budi Waluyo

323.607

Kata Sambutan

Kata Sambutan

Kata Sambutan

Kata Sambutan

Kata Sambutan

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Pemerintah,

dalam hal ini, Kementerian Pendidikan Nasional, sejak tahun 2007, telah membeli hak cipta buku

teks pelajaran ini dari penulis/penerbit untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui situs internet

(

website

) Jaringan Pendidikan Nasional.

Buku teks pelajaran ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan telah

ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam

proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2010, tanggal

12 November 2010.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis/penerbit yang

telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Kementerian Pendidikan Nasional untuk

digunakan secara luas oleh para siswa dan guru di seluruh Indonesia.

Buku-buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Kementerian Pendidikan

Nasional ini dapat diunduh (

download

), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh

masyarakat. Namun, untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus

memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Diharapkan buku teks pelajaran ini akan

lebih mudah diakses sehingga siswa dan guru di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia

yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini.

Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada para siswa kami ucapkan

selamat belajar dan manfaatkanlah buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih

perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.

Jakarta, Juni 2011

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan

iii

KK

KK

K

aa

aa

a

ta Pta P

ta Pta P

ta P

engeng

engeng

eng

antarantar

antarantar

antar

iv

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan

kesempatan sehingga buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA/SMK

ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Melalui materi yang terdapat pada buku ini diharapkan peserta didik dapat

berperan aktif, kritis, rasional, dan kreatif sebagai warga negara terhadap isu-isu

yang berhubungan dengan kewarganegaraan, baik di dalam negeri maupun luar

negeri. Buku ini sekaligus dapat dijadikan suatu pembelajaran etika dan moral

oleh peserta didik dalam menyikapi peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam

kehidupan di masa lampau, masa sekarang, maupun masa depan.

Penulisan buku ini mengacu pada siswa sebagai subjek pembelajaran sehingga

diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan dan kreativitas, baik secara

mandiri maupun kelompok, melalui pemahaman konsep dan wacana serta

pelatihan-pelatihan dalam setiap babnya.

Materi dalam buku ini disajikan secara teoritis dengan penjabaran yang

terperinci. Setiap materi dan pelatihan per babnya dapat dikembangkan siswa

melalui diskusi maupun praktik sehingga diharapkan dapat mendukung

pengembangan setiap kompetensi dasar. Dalam hal ini siswa diajak untuk berperan

aktif sebagai pelaku utama dalam pembelajaran.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang berkenan memberikan kritik dan saran sehingga dalam rangka

penyempurnaan buku ini di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap dengan

terbitnya buku ini dapat memberikan motivasi yang positif bagi guru dan siswa

SMA/MA/SMK untuk semakin memahami hak dan kewajiban sebagai warga

negara, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun bangsa dan

negara.

April 2010

Penulis

PP

PP

P

endahuluan

endahuluan

endahuluan

endahuluan

endahuluan

v

Ketersediaan buku Pendidikan Kewarganegaraan yang bermutu merupakan

faktor yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam sikap dan

perilaku keseharian para siswa. Buku ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi

nyata dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut. Sehubungan dengan maksud itu,

buku ini menyajikan uraian materi pembelajaran guna mendukung pencapaian standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang diperlukan siswa.

Penyajian uraian materi pembelajaran yang tersaji dalam buku ini didukung dengan

pembelajaran yang bersifat kontekstual, terutama berhubungan dengan berbagai

kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Adapun sistematika buku ini

adalah sebagai berikut.

1.

Awal Bab

, setiap bab diawali dengan ilustrasi berupa gambar dan aktivitas yang

relevan dengan isi bab yang akan dipelajari. Selain ilustrasi, juga dipaparkan tujuan

pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus

dicapai siswa. Di samping itu terdapat sedikit apersepsi yang berguna sebagai

pengantar sebelum mempelajari isi materi.

2.

Kata Kunci

, berisi kata-kata penting yang menjadi kunci pembahasan dalam

bab tersebut.

3.

Peta Konsep

, berisi konsep-konsep dari materi yang akan dipelajari serta

hubungan antarkonsep.

4.

Materi Pembahasan

, terdiri atas sub-subbab yang mengulas materi secara detail.

5.

Kata Bijak

, berisi kutipan-kutipan kata, definisi, atau pidato dari tokoh-tokoh

ketatanegaraan sebagai penguat ilustrasi materi yang dapat memperkaya

wawasan dan memperluas pemikiran siswa.

6.

Berbagai bentuk penugasan:

a.

Cerdas dan Kritis

, bentuk penugasan individu untuk memancing kreativitas

dan kemampuan pemahaman konsep.

b.

Bermusyawarah

, bentuk penugasan kelompok dalam bentuk diskusi.

c.

Tanggap Sosial

, bentuk penugasan kelompok untuk memancing kreativitas

dan kemampuan sosial siswa.

7.

Analisis

, bentuk penugasan individu yang bertujuan untuk memancing kemampuan

berpikir kritis dan terperinci berkaitan dengan isu-isu terkini dalam berbagai media

massa.

vi

8.

Telaah Konstitusi

, bentuk penugasan individu yang bertujuan untuk memancing

kemampuan berpikir kritis dan terperinci berkaitan dengan perundang-undangan

nasional.

9.

Gelora Nasionalisme

, berisi penanaman rasa nasionalisme melalui info, kutipan-

kutipan pidato, puisi, dan lain-lain.

10.

Semangat Kebangsaan

, penugasan yang memancing kreativitas siswa untuk

membuat karya-karya yang dapat menumbuhkan rasa nasionalisme dan

patriotisme.

11. Berbagai bentuk pengayaan:

a.

Wawasan Kebhinnekaan

, berisi pengetahuan umum yang menunjukkan

nilai-nilai pluralisme bangsa Indonesia.

b.

Wawasan Kewarganegaraan

, berisi pengetahuan umum mengenai

permasalahan-permasalahan ketatanegaraan dan kehidupan bernegara.

c.

Wawasan Hukum

, berisi pengetahuan umum tentang permasalahan-

permasalahan seputar hukum.

12.

Umpan Balik

, dapat ditemukan pada bagian kaki dari berbagai bentuk pengayaan

sebagai bentuk pancingan atas respons siswa terhadap permasalahan yang

disampaikan.

13.

Rangkuman

, berisi catatan-catatan tentang pokok materi yang dibahas.

14. Bentuk-bentuk pengujian:

a.

Uji Kompetensi

diberikan pada tiap bab untuk mengukur tingkat pemahaman

siswa atas materi yang dibahas.

b.

Latihan Ulangan Semester

diberikan pada tiap semester untuk mengukur

kemampuan siswa dalam memahami pelajaran selama periode tertentu.

15.

Profil

, merupakan bentuk pengayaan yang mengulas tentang tokoh-tokoh yang

berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.

16.

Glosarium

, berisi rangkuman kata-kata penting dalam materi pembahasan yang

perlu diingat dan dipahami lebih lanjut oleh siswa.

17.

Indeks Subjek dan Pengarang

, berisi catatan subjek-subjek dan nama-nama

penting yang dibuat untuk memudahkan siswa menemukan kembali subjek atau

nama yang berkaitan dengan materi tertentu dalam pembahasan.

18.

Kunci Jawaban

, berupa jawaban dari beberapa soal terpilih.

19.

Daftar Pustaka

, berisi daftar bahan bacaan yang mendukung isi materi

pembahasan dan dapat dipergunakan siswa untuk mencari bahan-bahan tambahan

yang diperlukan dalam memahami materi lebih lanjut.

Melalui keragaman yang terdapat dalam sistematikanya, buku ini disusun dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang menempatkan

siswa sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Di samping itu, penyajian

dalam buku ini berusaha untuk mengembangkan interaksi antara isi buku dengan

vii

siswa, dengan bahasa komunikatif yang sesuai perkembangan siswa. Bertolak dari

pendekatan yang demikian, siswa hendaknya mengikuti langkah-langkah kegiatan

belajar sebagai berikut.

1.

Baca

Tujuan Pembelajaran

yang ada di awal bab.

2.

Pelajari

Peta Konsep

terlebih dahulu dan perhatikan

Kata Kunci

yang akan

menjadi kunci pembahasan materi dalam bab itu.

3.

Pahami uraian materi yang diberikan dan telaahlah dengan sebaik-baiknya.

4.

Bila menemukan kata-kata yang sukar dimengerti atau belum dipahami, carilah

arti kata itu dalam

Glosarium

yang ditempatkan di akhir buku.

5.

Kerjakan berbagai bentuk penugasan, baik yang bersifat individual maupun

kelompok yang ada di setiap subbabnya.

6.

Bacalah sisipan

Kata Bijak

dan berbagai bentuk pengayaan untuk menambah

wawasan. Apabila terdapat

Umpan Balik

dalam pengayaan, kerjakan sebagai

bentuk pengaplikasian dari berbagai wawasan yang terdapat dalam pengayaan

tersebut.

6.

Baca

Rangkuman

yang ada di akhir bab untuk merefleksi kembali isi materi.

7.

Kerjakan

Uji Kompetensi

yang ada di akhir bab dan

Latihan Ulangan

Semester

untuk menguji kemampuan dalam memahami isi materi yang telah

dipelajari.

Harapan penulis, setelah siswa mengikuti langkah-langkah kegiatan belajar di

atas, nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam buku ini dapat tertanam secara

maksimal. Selamat belajar, semoga buku ini mampu berperan dalam membentuk diri

Anda menjadi generasi muda yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat,

bangsa, dan negara.

Daftar IsiDaftar Isi

Daftar IsiDaftar Isi

Daftar Isi

Kata Sambutan

....................................................................................................

iii

Kata Pengantar

...................................................................................................

iv

Pendahuluan

.........................................................................................................

v

Daftar Isi

...............................................................................................................

viii

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

A. Budaya Politik

..................................................................................................

3

B. Perkembangan Budaya Politik di Indonesia

..................................................

7

1. Tipe-tipe Budaya Politik

............................................................................

7

a. Budaya politik parokial

..........................................................................

7

b. Budaya politik kaula

...............................................................................

7

c. Budaya politik partisipan

........................................................................

8

2. Perkembangan Budaya Politik di Indonesia

.............................................

11

a. Hirarki yang tegar/ketat

.........................................................................

13

b. Kecenderungan patronage

....................................................................

14

c. Kecenderungan neo-patrimonialistik

.....................................................

14

C. Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik

.....................................................

17

1. Imitasi

..........................................................................................................

19

2. Instruksi

......................................................................................................

19

3. Desiminasi

...................................................................................................

19

4. Motivasi .......................................................................................................

20

5. Penataran

....................................................................................................

20

D. Peran Budaya Politik Partisipan

.....................................................................

24

1. Partai Politik

...............................................................................................

24

a. Fungsi partai politik

................................................................................

25

b. Aktivitas partai politik

............................................................................

26

2. Partisipasi Politik

........................................................................................

27

3. Debat Politik ...............................................................................................

30

Rangkuman

............................................................................................................

39

Uji Kompetensi

......................................................................................................

40

viii

Diunduh

dari

BSE.Mahoni.com

Bab 2

Budaya Demokrasi

A. Budaya Demokrasi

..........................................................................................

47

1. Pengertian Budaya Demokrasi

.................................................................

47

2. Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi

...........................................................

52

a. Prinsip-prinsip budaya demokrasi secara umum

..................................

52

b. Prinsip-prinsip budaya demokrasi Pancasila

........................................

57

B. Demokratisasi Menuju Masyarakat Madani (

Civil Society

) .......................

61

C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

.............................................................

68

1. Pelaksanaan Demokrasi di Masa Revolusi

..............................................

69

2. Pelaksanaan Demokrasi di Masa Orde Lama

.........................................

70

a. Masa demokrasi parlementer/liberal

.....................................................

70

b. Masa demokrasi terpimpin

....................................................................

72

3. Pelaksanaan Demokrasi di Masa Orde Baru

..........................................

74

4. Pelaksanaan Demokrasi di Masa Transisi

...............................................

76

5. Pelaksanaan Demokrasi di Masa Reformasi

...........................................

77

D. Perilaku Budaya Demokrasi

...........................................................................

81

1. Di Lingkungan Keluarga

............................................................................

82

2. Di Lingungan Sekolah

................................................................................

82

3. Di Lingkungan Masayarakat

.....................................................................

83

4. Di Lingkungan Bangsa dan Negara

..........................................................

83

Rangkuman

............................................................................................................

86

Uji Kompetensi

......................................................................................................

88

Bab 3

Keterbukaan dan Keadilan

A. Keterbukaan dan Keadilan dalam

Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

...........................................................

95

1. Pengertian Keterbukaan

............................................................................

95

2. Pengertian Keadilan

...................................................................................

95

3. Makna Penting Keterbukaan dan Keadilan dalam Pemerintahan

..........

97

B. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Tidak Transparan

.............................

108

1. Pengertian Penyelenggara Pemerintahan

................................................

108

2. Asas Penyelenggaraan Negara

................................................................

109

3. Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang Tidak Transparan

.........

113

a. Bidang politik ..........................................................................................

114

b. Bidang ekonomi dan lingkungan hidup

..................................................

114

ix

c. Bidang sosial budaya dan keagamaan

..................................................

114

d. Bidang pertahanan dan keamanan

........................................................

115

C. Upaya Mewujudkan Keterbukaan dan Keadilan di Indonesia

.....................

124

Rangkuman

............................................................................................................

128

Uji Kompetensi

......................................................................................................

131

Latihan Ulangan Semester 1

...........................................................................

135

Bab 4

Hubungan Internasional

A. Pengertian, Arti Penting, dan Sarana-Sarana Hubungan Internasional

.......

141

1. Pengertian Hubungan Internasional

..........................................................

141

2. Arti Penting Hubungan Internasional

.......................................................

144

3. Sarana-Sarana Hubungan Internasional

...................................................

146

a. Diplomasi ................................................................................................

147

b. Propaganda

.............................................................................................

147

c. Ekonomi, sosial, dan budaya

..................................................................

147

d. Kekuatan militer

.....................................................................................

147

B. Perjanjian Internasional

...................................................................................

148

1. Memahami Pengertian, Asas, Istilah, dan Macam

Perjanjian Internasional

.............................................................................

148

2. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional

......................................................

156

a. Tahap perundingan (

negotiation

) ........................................................

156

b. Tahap penandatanganan (

signature

) ....................................................

156

c. Tahap pengesahan (

ratification

) ..........................................................

156

3. Pembatalan Perjanjian Internasional

........................................................

158

4. Berakhirnya Perjanjian Internasional

.......................................................

158

C. Perwakilan Negara di Luar Negeri

................................................................

159

1. Perwakilan Diplomatik

...............................................................................

160

a. Pembukaan Perwakilan Diplomatik

......................................................

160

b. Pengangkatan dan penerimaan Perwakilan Diplomatik

......................

161

c. Klasifikasi Perwakilan Diplomatik

........................................................

162

d. Tugas Perwakilan Diplomatik

................................................................

163

e. Fungsi Perwakilan Diplomatik

...............................................................

164

2. Perwakilan Konsuler

..................................................................................

165

3. Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

...............................................

166

a.

Inviolability

(tidak dapat diganggu gugat)

..........................................

167

b.

Immunity

(kekebalan)

............................................................................

167

x

D. Peranan Organisasi Internasional

...................................................................

169

1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

.......................................................

169

2. Konferensi Asia-Afrika (AA)

...................................................................

179

3. ASEAN

.......................................................................................................

183

E. Menghargai Manfaat Kerja Sama dan Perjanjian Internasional

bagi Indonesia

..................................................................................................

185

1. Manfaat Kerja Sama Internasional bagi Indonesia

.................................

185

2. Manfaat Perjanjian Internasional bagi Indonesia

....................................

186

3. Menghargai Prinsip Kerja Sama dan Perjanjian Internasional

...............

187

Rangkuman

............................................................................................................

189

Uji Kompetensi

......................................................................................................

191

Bab 5

Sistem Hukum dan Peradilan Internasional

A. Sistem Hukum Internasional

...........................................................................

197

1. Makna Hukum Internasional

.....................................................................

197

2. Asas-Asas Hukum Internasional

..............................................................

198

3. Subjek Hukum Internasional

.....................................................................

201

a. Negara

....................................................................................................

201

b. Takhta Suci

.............................................................................................

201

c. Palang Merah Internasional

..................................................................

202

d. Organisasi Internasional

........................................................................

202

e. Orang perseorangan (individu)

..............................................................

202

f. Pemberontak dan pihak dalam sengketa (belligerent)

.........................

203

4. Isi Hukum Internasional

............................................................................

204

a. Hukum damai

..........................................................................................

204

b. Hukum perang

........................................................................................

204

5. Sumber-Sumber Hukum Internasional

......................................................

205

B. Sistem Peradilan Internasional

.......................................................................

208

1. Mahkamah Internasional (

The International Court of Justice, MI

) ...

208

a. Komposisi Mahkamah Internasional

.....................................................

209

b. Fungsi utama Mahkamah Internasional

................................................

209

c. Yurisdiksi Mahkamah Internasional

......................................................

210

2. Mahkamah Pidana Internasional

(

The International Criminal Court, ICC

) .............................................

211

a. Komposisi Mahkamah Pidana Internasional

........................................

211

b. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional

.........................................

212

xi

3. Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional (

The International

Criminal Tribunals and Special Court, ITC & SC

) ............................

212

C. Penyebab Sengketa Internasional dan Upaya Penyelesaiannya

..................

215

1. Penyebab Sengketa Internasional

.............................................................

215

2. Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai ...

............................

216

a. Arbitrase

.................................................................................................

216

b. Penyelesaian yudisial

.............................................................................

217

c. Negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, dan penyelidikan

..........

217

d. Penyelesaian di bawah naungan organisasi PBB

................................

218

3. Penyelesaian Sengketa Internasional secara Paksa atau Kekerasan

....

221

a. Perang dan tindakan nonperang

............................................................

221

b. Retorsi

.....................................................................................................

221

c. Tindakan-tindakan pembalasan

.............................................................

221

d. Blokade secara damai

............................................................................

221

e. Intervensi

................................................................................................

222

4. Penyelesaian Sengketa Internasional melalui

Mahkamah Internasional

...........................................................................

223

a. Dasar hukum proses peradilan Mahkamah Internasional

...................

223

b. Mekanisme persidangan Mahkamah Internasional

.............................

224

D. Menghargai Putusan Mahkamah Internasional

.............................................

227

Rangkuman

............................................................................................................

229

Uji Kompetensi

......................................................................................................

231

Ulangan Umum Semester 2

.............................................................................

235

Glosarium

.............................................................................................................

239

Indeks Subjek dan Pengarang

........................................................................

242

Kunci Jawaban

....................................................................................................

243

Daftar Pustaka

.....................................................................................................

252

xii

1

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

BB

BB

B

ABAB

ABAB

AB

1

BB

BB

B

UDUD

UDUD

UD

AA

AA

A

YY

YY

Y

AA

AA

A

POLITIKPOLITIK

POLITIKPOLITIK

POLITIK

DI INDONESIA

DI INDONESIA

DI INDONESIA

DI INDONESIA

DI INDONESIA

Tujuan Pembelajaran:

Setelah mempelajari bab ini, siswa

diharapkan dapat:

1. mendeskripsikan pengertian

budaya politik;

2. menganalisis tipe-tipe budaya

politik yang berkembang dalam

masyarakat;

3. mendeskripsikan pentingnya

sosialisasi pengembangan budaya

politik;

4. menampilkan peran serta budaya

politik partisipan.

Sumber:

http://www.antarafoto.com/dom/prevw/grab.php%3Fid%3D1237371729 26gbv%3D2%26hl%

http://images.sahabatmuseum.multiply

.com/image/4/photos/29/500x500/16/016-isi-Pokok-Perundingan-

Linggarjati.JPG?et=KSuRZMAcsGKp5WN2%2CaJ6CQ&nmid=111108697

http://www.primaironline.com/images_content/20091020pidato%20Presiden%20terpilih.JPG

Budaya politik (

political culture

) merupakan

salah satu elemen penting dalam sistem politik,

karena elemen ini mencerminkan faktor-faktor yang

sifatnya subjektif dibandingkan dengan elemen-

elemen yang lain. Dalam hal ini, budaya politik lebih

dimaksudkan sebagai keseluruhan pandangan

politik, seperti nilai-nilai, pola-pola orientasi terhadap

politik, dan pandangan hidup manusia pada

umumnya.

Dalam hubungannya dengan sistem politik,

budaya politik dalam suatu masyarakat lebih

mengutamakan dimensi psikologis, seperti sikap,

sistem kepercayaan, ataupun simbol-simbol yang

dimiliki dan diterapkan oleh individu-individu dalam

suatu masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa budaya politik merupakan pola tingkah laku

seseorang beserta orientasinya mengenai

kehidupan politik dalam suatu sistem politik.

2

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Peta Konsep

Kata Kunci:

budaya, politik, orientasi, parokial, kaula, partisipan, hirarki, patronage, neo-

patrimonialistik, sosialisasi, agen

Budaya politik

Tipe-tipe budaya politik

dan perkembangannya

di Indonesia

Pengertian budaya

politik

Sosialisasi

pengembangan budaya

politik

Peran serta budaya

politik partisipan

Komunikasi politik dan

perilaku politik

Imitasi

Instruksi

Desiminasi

Partai politik

Partisipasi

politik

Debat politik

Motivasi

Penataran

3

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

A.A.

A.A.

A.

BudaBuda

BudaBuda

Buda

yy

yy

y

a Pa P

a Pa P

a P

olitikolitik

olitikolitik

olitik

Budaya politik merupakan pendekatan yang cukup akhir di dalam ilmu politik.

Pendekatan ini lahir setelah tuntasnya penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti

Amerika Serikat, yaitu Gabriel A. Almond dan Sidney Verba. Hasil penelitian tersebut

dituangkan di dalam buku mereka yang berjudul

Budaya Politik

, yang merupakan

hasil kajian antara tahun 1969 sampai dengan 1970 atas 5.000 responden yang tersebar

di lima negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Italia, Meksiko, dan Jerman Barat.

Budaya politik merupakan perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh

sekelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam

melaksanakan aktivitas-aktivitas politik kenegaraan. Beberapa pendapat ahli tentang

budaya politik adalah sebagai berikut.

1. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba

Kedua ahli ini mendefinisikan budaya politik

sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari warga

negara terhadap sistem politik dengan aneka

ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan

warga negara yang ada dalam sistem itu (1963:

13).

2. Rusadi Kantaprawira

Adapun Rusadi menyatakan bahwa budaya

politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap

kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik (1988: 25).

3. Samuel Beer

Menurut Samuel Beer, budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-

sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan

tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah (1967: 25).

4. Mochtar Masoed dan Collin MacAndrews

Masoed dan MacAndrews mengemukakan bahwa budaya politik adalah sikap

dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan

politiknya (1986: 41).

5. Larry Diamond

Diamond menyatakan bawah budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai,

ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri

mereka dan peran masing-masing individu dalam sistem itu (2003: 207).

6. Almond dan Powell

Almond dan Powell mengungkapkan bahwa budaya politik adalah suatu

konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang sedang

berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola kecenderungan-

kecenderungan khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-

kelompok dalam masyarakat (1966: 23).

Kata Bijak

Keragaman menjaga

keseimbangan kekuatan

politik dan meningkatkan

harapan bagi kebebasan,

kemakmuran, dan hak-hak.

A.D. Benoist

4

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Dari beberapa pengertian

mengenai budaya politik di atas, maka

dapat diamati bahwa budaya politik

menunjuk pada orientasi dari tingkah

laku individu atau masyarakat

terhadap sistem politik. Almond dan

Verba mengungkapkan bahwa

masyarakat mengidentifikasikan diri

mereka terhadap simbol-simbol dan

lembaga-lembaga kenegaraan

berdasarkan orientasi yang

dimilikinya. Dengan adanya orientasi

tersebut, maka masyarakat memiliki

dan mempertanyakan tempat dan

peranan mereka dalam sistem politik. Hal ini selaras dengan salah satu makna dari

budaya politik itu sendiri, yaitu orientasi masyarakat terhadap objek politik.

Adapun yang dimaksud dengan objek politik adalah hal yang dijadikan sasaran

dari orientasi masyarakat. Objek politik yang dijadikan sasaran tersebut meliputi tiga

hal sebagai berikut.

1.

Objek politik umum atau sistem politik secara keseluruhan, meliputi sejarah bangsa,

simbol negara, wilayah negara, kekuasaan negara, konstitusi negara, lembaga-

lembaga negara, pimpinan negara, dan hal lain dalam politik yang sifatnya umum.

2.

Objek politik input, yaitu lembaga atau pranata politik yang termasuk proses input

dalam sistem politik. Lembaga yang termasuk dalam kategori objek politik input

ini, misalnya, partai politik, kelompok kepentingan, organisasi masyarakat, pers,

dukungan, dan tuntutan.

3.

Objek politik output, yaitu lembaga atau pranata politik yang termasuk proses

output dalam sistem politik. Lembaga yang termasuk dalam kategori objek politik

output ini, misalnya, birokrasi, lembaga peradilan, kebijakan, putusan, undang-

undang, dan peraturan.

Lebih jauh lagi Almond dan Powell menyatakan bahwa orientasi seseorang

terhadap sistem politik dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu orientasi kognitif, afektif,

dan evaluatif (dalam Larry Diamond, 2003: 207).

1. Orientasi kognitif

Orientasi kognitif meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan tentang sistem

politik. Contoh yang berkaitan dengan aspek pengetahuan misalnya tingkat

pengetahuan seseorang mengenai jalannya sistem politik, tokoh-tokoh

pemerintahan, kebijakan yang mereka ambil atau simbol-simbol yang dimiliki oleh

sistem politiknya secara keseluruhan seperti ibukota negara, lambang negara,

kepala negara, batas negara, mata uang, dan lain-lain.

Sumber:

Majalah Men’s Obsession, Tahun 2005

Gambar 1.1

Tuntutan masyarakat terhadap pemilihan kabinet

merupakan salah satu contoh budaya politik.

5

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Cerdas dan Kritis

2. Orientasi afektif

Orientasi afektif menunjuk pada aspek perasaan atau ikatan emosional

seseorang terhadap sistem politik. Seseorang mungkin memiliki perasaan khusus

terhadap aspek-aspek sistem politik tertentu yang dapat membuatnya menerima

atau menolak sistem politik itu secara keseluruhan. Dalam hal ini, sikap-sikap

yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam keluarga atau lingkungan hidup

seseorang umumnya cenderung berpengaruh terhadap pembentukan perasaan

seseorang tersebut.

3. Orientasi evaluatif

Orientasi evaluatif berkaitan dengan penilaian moral seseorang terhadap

sistem politik. Selain itu, orientasi ini juga menunjuk pada komitmen terhadap

nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan politik (dengan menggunakan informasi

dan perasaan) tentang kinerja sistem politik. Dalam hal ini, norma-norma yang

dianut dan disepakati bersama menjadi dasar sikap dan penilaiannya terhadap

sistem politik.

Perlu disadari bahwa dalam realitas kehidupan, ketiga komponen ini tidak

terpilah-pilah tetapi saling terkait atau sekurang-kurangnya saling memengaruhi.

Misalnya, seorang warga negara dalam melakukan penilaian terhadap seorang

pemimpin, ia harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang si pemimpin.

Pengetahuan itu tentu saja sudah dipengaruhi, diwarnai, atau dibentuk oleh perasaannya

sendiri. Sebaliknya, pengetahuan orang tentang suatu simbol politik, dapat membentuk

atau mewarnai perasaannya terhadap simbol politik itu.

Pada akhirnya, dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling

tidak dua manfaat, yaitu sebagai berikut.

1.

Sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik akan mempengaruhi tuntutan-

tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya terhadap sistem politik

itu.

2.

Dengan memahami hubungan antara budaya politik dengan sistem politik, dapat

dimengerti maksud-maksud individu yang melakukan kegiatan sistem politik atau

faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik.

1.

Carilah referensi lain selain tokoh-tokoh di atas yang mengulas tentang

pengertian budaya politik.

2.

Gabungkan menjadi satu dengan beberapa pengertian budaya politik yang

telah Anda pelajari di atas sehingga tersusun sebuah kliping.

3.

Simaklah dengan cermat beberapa pengertian budaya politik tersebut dan

bandingkan.

6

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Wawasan Kewarganegaraan

Bermusyawarah

Bermusyawarah

4.

Adakah persamaan dan perbedaan dari beberapa pengertian budaya tersebut?

5.

Tulislah hasil kerja Anda dan kumpulkan kepada guru untuk diberikan evaluasi.

1.

Bagilah siswa di kelas Anda menjadi beberapa kelompok.

2.

Simak dan cermati kembali enam pengertian tentang budaya politik di atas

bersama kelompok Anda.

3.

Diskusikan pengertian-pengertian tersebut dan rangkumlah kesimpulannya

dengan bahasa Anda sendiri.

4.

Presentasikan hasil kerja kelompok Anda dan bandingkan dengan hasil kerja

kelompok lainnya sebagai bahan perbaikan.

Administrasi Publik

Wajah birokrasi dari suatu penyelenggaraan negara Indonesia akan tercermin pada

hasil produk yang berupa berikut ini.

1. Adanya standar pelayanan terhadap publik atau masyarakat dalam rangka

merasionalisasi birokrasi akan dapat terwujudnya dengan adanya batasan dan

hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan

seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Terdapat sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak dan sesuai dengan

asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dengan terpenuhinya

penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan pengaturan dalam peraturan

perundang-undangan dan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam

memperoleh penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum

3. Adanya kepastian hukum dalam kesamaan hak disamping keseimbangan hak dan

kewajiban meliputi keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak

diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, penyedian fasilitas dan perlakuan khusus

bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.

Sebagai penjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik dan

penanggungjawab adalah pimpinan lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah

nonkementerian, lembaga komisi negara atau yang sejenis, lembaga lainnya, gubernur

pada tingkat provinsi, bupati pada tingkat kabupaten, dan walikota pada tingkat kota.

Sumber:

www.wikipedia.com

7

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

BB

BB

B

..

..

.

PP

PP

P

erer

erer

er

kk

kk

k

embangembang

embangembang

embang

an Budaan Buda

an Budaan Buda

an Buda

yy

yy

y

a Pa P

a Pa P

a P

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

1.1.

1.1.

1.

TT

TT

T

ipe-tipe Buda

ipe-tipe Buda

ipe-tipe Buda

ipe-tipe Buda

ipe-tipe Buda

yy

yy

y

a Pa P

a Pa P

a P

olitikolitik

olitikolitik

olitik

Budaya politik dalam kehidupan politik dan negara memerlukan sikap yang

menunjukkan dukungan serta kesetiaan warganya kepada sistem politik dan

kepada negara yang ada. Sikap ini harus dilandasi oleh nilai-nilai yang telah

berkembang dalam diri warga masyarakat itu, baik secara individual maupun

kelompok. Berdasarkan sikap, nilai, informasi, dan kecakapan politik yang dimiliki,

Almond dan Verba menyatakan bahwa orientasi masyarakat terhadap budaya

politik dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu budaya politik parokial, kaula,

dan partisipan (1963: 22).

a. Budaya politik parokial

Budaya politik parokial biasanya terdapat pada

sistem politik tradisional dan sederhana dengan ciri

khas spesialisasi masih sangat kecil. Dengan

demikian, pelaku-pelaku politik belum memiliki

pengkhususan tugas. Masyarakat dengan budaya

parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem

politik termasuk melakukan perubahan-perubahan.

Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal

masih sangat melekat pada masyarakat tradisional

atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan

unsur-unsur adat lebih banyak dipegang teguh

daripada persoalan pembagian peran politik.

Pemimpin adat atau kepala suku yang nota bene

adalah pemimpin politik, dapat berfungsi pula sebagai

pemimpin agama atau pemimpin sosial masyarakat bagi kepentingan-

kepentingan ekonomi.

b. Budaya politik kaula

Budaya politik kaula/subjek

memiliki frekuensi yang tinggi

terhadap sistem politiknya.

Namun, perhatian dan intensitas

orientasi mereka terhadap aspek

masukan dan partisipasinya

dalam aspek keluaran sangat

rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa telah adanya otoritas dari

pemerintah. Posisi kaula/subjek

tidak ikut menentukan apa-apa

terhadap perubahan politik. Masyarakat beranggapan bahwa dirinya adalah

subjek yang tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah sistem.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.2

Pemimpin adat atau kepala suku

adalah pemimpin politik di dalam

budaya politik parokial.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.3

Budaya politik kaula didominasi oleh masyarakat

pada umumnya.

8

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala keputusan

dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam

masyarakat. Bahkan, rakyat memiliki keyakinan bahwa apa pun keputusan/

kebijakan pejabat adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau dikoreksi,

apalagi ditentang. Prinsip yang dipegang adalah mematuhi perintah, menerima,

loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa.

Latar belakang yang menyebabkan timbulnya sikap-sikap seperti ini

adalah sebagai akibat dari proses kediktatoran/kolonialisme yang

berkepanjangan.

c. Budaya politik partisipan

Biasanya, masyarakat yang memiliki

budaya politik partisipan telah sadar bahwa

betapapun kecilnya mereka dalam sistem

politik, mereka tetap memiliki arti bagi

berlangsungnya sistem itu. Dalam budaya

politik partisipan, masyarakat tidak begitu

saja menerima keputusan politik, karena

dirinya merasa sebagai anggota aktif

dalam kehidupan politik telah memiliki hak

dan tanggung jawab. Partisipasi masya-

rakat diarahkan kepada peranan pribadi

sebagai aktivis masyarakat, meskipun

sebenarnya dimungkinkan bagi mereka

untuk menerima atau menolaknya.

Sementara itu, Masoed dan MacAndrews (1986: 42) menyatakan bahwa

ada tiga model budaya politik berdasarkan proporsi ketiga tipe budaya politik

yang telah disebutkan di atas. Ketiga model budaya politik tersebut sebagai berikut.

a. Sistem demokratis industrial

Dalam sistem ini jumlah

partisipan mencapai 40-60%

dari penduduk dewasa. Mereka

terdiri atas para aktivis politik

dan para peminat politik yang

kritis mendiskusikan masalah-

masalah kemasyarakatan dan

pemerintahan. Selain itu, mere-

ka adalah kelompok-kelompok

pendesak yang mengusulkan

kebijakan-kebijakan baru untuk

melindungi kepentingan khusus

mereka. Sementara itu, jumlah

Sumber: Majalah Men’s Obsession, Tahun 2005

Gambar 1.4

Salah satu contoh budaya politik partisipan

adalah dengan berdemonstrasi.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.5

Para aktivis sosial seperti lembaga ISAC termasuk

partisipan dalam sistem demokratis industrial.

9

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

yang berbudaya politik subjek kurang lebih 30%, sedangkan parokial kira-

kira 10%.

b. Sistem politik otoriter

Dalam sistem ini sebagian

besar rakyat hanya menjadi subjek

yang pasif. Mereka mengakui

pemerintah dan tunduk pada

hukumnya, tetapi tidak melibatkan

diri dalam urusan pemerintahan.

Sebagian kecil rakyat lainnya

berbudaya politik partisipan dan

parokial. Kelompok partisipan

berasal dari mahasiswa dan kaum

intelektual, pengusaha, dan tuan

tanah. Mereka menentang dan

bahkan memprotes sistem politik

yang ada. Sementara, kaum parokial yang sedikit sekali kontaknya terhadap

sistem politik terdiri dari para petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja

di perkebunan-perkebunan.

c. Sistem demokratis pra-industrial

Dalam sistem ini, sebagian

besar warga negaranya menganut

budaya politik parokial. Mereka

hidup di pedesaan dan buta huruf.

Pengetahuan dan keterlibatan

mereka dalam kehidupan politik

sangat kecil. Sementara itu,

kelompok partisipan sangat sedikit

jumlahnya, biasanya berasal dari

kaum terpelajar, usahawan, dan

tuan tanah. Demikian pula proporsi

jumlah pendukung budaya politik

subjek juga relatif kecil.

1.

Bagilah siswa di kelas Anda menjadi beberapa kelompok.

2.

Guru akan menentukan satu lokasi atau daerah yang harus diobservasi oleh

semua kelompok.

3.

Amatilah tipe budaya politik (apakah berupa budaya politik parokial, kaula,

atau partisipan) yang dimiliki oleh masyarakat di lokasi tersebut bersama

kelompok Anda.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.6

Kelompok partisipan dalam sistem politik

otoriter berasal dari mahasiswa dan kaum

intelektual.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.7

Pengetahuan dan keterlibatan petani dalam

kehidupan politik sangat kecil.

Tanggap Sosial

10

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Gelora Nasionalisme

4.

Susunlah hasil kerja kelompok Anda dalam bentuk paper. (Hasil kerja harus

disertai alasan-alasan yang mendukung secara rinci dan jelas)

5.

Bandingkan hasil kerja kelompok Anda dengan kelompok yang lain. Sama

atau berbedakah hasil kerja kelompok Anda dengan kelompok yang lain?

Diskusikan persamaan atau perbedaan tersebut dengan dimoderatori oleh

guru.

1.

Simak dan hayati terlebih dahulu syair puisi dari Chairil Anwar berikut.

2.

Setelah itu, coba Anda baca puisi tersebut di depan kelas dengan ekspresi

yang sesuai agar rasa nasionalisme teman-teman di kelas Anda menjadi

tergugah.

Siap Sedia

Kepada Angkatanku

Tanganmu nanti tegang kaku

Jantungmu nanti berdebar berhenti

Tubuhmu nanti mengeras batu

Tapi kami sederap mengganti

Terus memahat ini Tugu

Matamu nanti kaca saja

Mulutmu nanti habis bicara

Darahmu nanti mengalir berhenti

Tapi kami sederap mengganti

Terus berdaya ke Masyarakat Jaya

Suaramu nanti diam ditekan

Namamu nanti terbang hilang

Langkahmu nanti enggan ke depan

Tapi kami sederap mengganti

Bersatu maju, ke Kemenangan

Darah kami panas selama

Badan kami tertempa baja

11

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Jiwa kami gagah perkasa

Kami akan mewarnai di angkasa

Kami pembawa ke Bahgia Nyata

Kawan, kawan

Menepis segar angin terasa

Lalu menderu menyapu awan

Terus menembus surya cahaya

Memencar pencar ke penjuru segala

Riang menggelombang sawah dan hutan

Segala menyala-nyala!

Segala menyala-nyala!

Kawan, kawan

Dan kita bangkit dengan kesadaran

Mencucuk menerangkan hingga belulang

Kawan, kawan

Kita mengayun pedang ke Dunia Terang

(Chairil Anwar)

Sumber:

Memahami Puisi, Angkasa: Bandung, 1992.

3.

Di akhir pembacaan puisi, mintalah apresiasi dari teman-teman Anda.

2.2.

2.2.

2.

PP

PP

P

erer

erer

er

kk

kk

k

embangembang

embangembang

embang

an Budaan Buda

an Budaan Buda

an Buda

yy

yy

y

a Pa P

a Pa P

a P

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

olitik di Indonesia

Sebelum era kemerdekaan hingga reformasi sekarang ini, kecenderungan

budaya politik yang terdapat di Indonesia adalah patrimonialisme. Dalam budaya

politik semacam ini, pola kekuasaan berjalan di atas prinsip relasi kuasa antara

penguasa sebagai pengayom, pelindung atau penjamin kesejahteraan, serta

keamanan dan rakyat sebagai obyek yang dilindungi, diayomi dan dijamin

kenyamanan, keamanan dan kesejahteraannya.

Oleh karena itu, bertolak dari budaya politik di Indonesia yang lebih mengarah

pada nilai-nilai patrimonial, maka jenis sistem politik dan demokrasi yang

berkembang pun adalah sistem politik dan demokrasi patrimonial. Sistem politik

jenis ini mengandaikan kondisi di mana para pemegang kebijakan mengeksploitasi

posisi mereka hanya untuk tujuan-tujuan dan kepentingan pribadi, bukan

kepentingan universal.

12

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Contoh konkretnya adalah, pada era sebelum kemerdekaan, kerajaan-

kerajaan Jawa tradisional menggunakan legitimasi kekuasaannya atas dasar

patrimonialisme. Dalam hal ini, para penguasa Jawa memperoleh kesetiaan dari

para pegawainya dengan memberi mereka hak atas penghasilan dari tanah yang

bisa dieksploitasi secara komersial, tetapi tidak untuk dijual atau dimiliki.

Pola patrimonial ini mulai menyurut seiring

berkurangnya kekuasaan raja-raja Jawa akibat

masuknya Belanda dan Jepang ke Indonesia. Pada

masa itu legitimasi kekuasaan hampir mutlak di

tangan Belanda dan Jepang, di mana legitimasi

tersebut diperoleh dengan cara-cara kekerasan

(penjajahan). Oleh karenanya, budaya politik

masyarakat Indonesia pada waktu itu dapat

dikatakan mengiyakan apa pun yang dikehendaki

tuannya (Belanda dan Jepang). Melalui segala cara,

para penjajah, khususnya Belanda, menerapkan

birokrasi rasional-legal terhadap masyarakat

Indonesia.

Setelah era penjajahan Belanda dan Jepang,

pola budaya patrimonial muncul kembali di

Indonesia. Hal ini lebih disebabkan karena pola

tersebut merupakan pola yang khas dan turun-menurun sejak zaman dulu,

sehinggga sulit dihilangkan. Faktor yang lain adalah, dalam kekacauan ekonomi

tahun 1950-an (Orde Lama), birokrasi rasional-legal yang diwariskan oleh Belanda

terbukti tidak mampu bertahan secara ekonomi.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pola pemerintahan patrimonialisme

mewujud dalam bentuk pemerintahan yang sentralistik dengan sejumlah sayap

kelembagaan yang berfungsi sebagai “pengayom” bagi kepentingan masyarakat,

namun dengan imbalan kekuasaan atau sumber daya material bagi para pemangku

kekuasaan. Istilah “pamong praja” dalam sistem pemerintahan Orde Baru

menggambarkan betapa pejabat diasumsikan memiliki fungsi kepengayoman

kepada masyarakat luas, namun fungsi tersebut tidak gratis. Di samping

menyerahkan loyalitas, masyarakat yang diayomi harus memberikan sejumlah

imbalan tertentu sebagai balas budi mereka atas kenyamanan hidup yang sudah

dinikmati mereka. Dari sinilah praktik pungutan (liar), pemerasan, percaloan

politik, dan semacamnya menemukan akarnya, karena berbagai kenyamanan dan

kemudahan yang dinikmati oleh rakyat dikonstruksikan sebagai “tetesan rejeki”

(

trickle-down effect

) dari atas, bukan karena hak yang melekat pada tiap-tiap

individu.

Pola patrimonialisme pada masa Orde Baru membentuk semacam piramida

kekuasaan yang puncaknya dihuni oleh Soeharto sebagai patron tertinggi dari

rezim ini, yang di bawahnya ditopang oleh seluruh elemen politik di kantor birokrasi,

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.8

Kekuasaan raja-raja (patri-

monial) menyurut seiring

kedatangan bangsa penjajah.

13

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

sayap militer, organisasi sosial-kemasyarakatan dan partai politik. Pembangkangan

terhadap sistem politik patrimonial Orde Baru merupakan bentuk resistensi yang

akan dilawan oleh rezim penguasa dengan tekanan politik, pemangkasan hak

serta peminggiran peran-peran sosial-politik yang seharusnya dinikmati oleh

segenap warga negara. Pada kenyataannya, sistem oposisi tidak diperkenankan

pada masa ini, karena yang demikian ini bisa mengancam “zona kenyamanan”

(

comfort-zone

) para penguasa beserta pihak-pihak yang turut menopang

keberlangsungan rezim Orde Baru. Sinergi elemen-elemen penopang tersebut

menjadi mesin politik yang bekerja secara efektif dan masif atas dasar praktik

KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), yang keberadaannya menjalar dari tingkat

atas (pemerintah pusat) hingga ke dasar piradima kekuasaan (pemerintah provinsi,

kabupaten, kecamatan dan desa), dengan bantuan perangkat birokrasi, militer,

hingga tokoh masyarakat dan agama.

Pada masa setelah Orde Baru, yaitu era Reformasi, watak dasar politik

patrimonial tetap berlangsung, namun dengan format dan baju yang berbeda.

Patrimonialisme mengalami metamorfosis menjadi “neo-patrimonialisme,” yang

ditandai dengan menyebarnya simpul-simpul kekuasaan ke sejumlah titik yang

lebih merata seiring dengan perubahan kebijakan desentralisasi politik. Seolah

ingin menikmati kenyamanan ala penguasa Orde Baru, para penguasa lokal

memerankan diri sebagai patron bagi komunitas yang dipimpinnya dengan imbalan

loyalitas politik dan atau sumber daya ekonomi. Pemeran politik patrimonial bukan

lagi terpusat pada individu, tetapi lembaga sosial politik, terutama partai politik

(parpol). Slogan-slogan yang menjanjikan kesejahteraan rakyat dibuat untuk

mengagregasi dukungan politik untuk memenangi proses kontestasi dalam Pemilu,

tetapi individu atau parpol seringkali mengingkarinya setelah yang pertama naik

ke tampuk kekuasaan.

Menurut Rusadi (1988: 37 - 39), budaya politik Indonesia hingga dewasa ini

belum banyak mengalami perubahan/pergeseran dan perpindahan yang berarti.

Walaupun sistem politiknya sudah beberapa kali mengalami perubahan ditinjau

dari pelembagaan formal. Misalnya, sistem politik demokrasi liberal ke sistem

politik demokrasi terpimpin dan ke sistem politik demokrasi Pancasila. Budaya

politik yang berlaku dalam sistem perpolitikan Indonesia relatif konstan. Hal ini

dikarenakan upaya ke arah stabilitas politik tidak perlu tergesa-gesa agar diperoleh

keseimbangan dan mengurangi konflik seminimal mungkin.

Bertolak dari pemaparan sejarah pola budaya politik masyarakat Indonesia

di atas, Afan Gaffar (2002: 106) merumuskan bahwa ada tiga ciri dominan yang

terdapat pada budaya politik Indonesia, yaitu sebagai berikut.

a. Hirarki yang tegar/ketat

Masyarakat Jawa dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia pada

dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari

adanya pemilahan yang tegas antara penguasa dengan rakyat biasa. Kedua

strata tersebut terpisah oleh tatanan hirarkis yang sangat ketat.

14

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara

lain terlihat pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya. Penguasa

cenderung menganggap dirinya sebagai pengayom yang baik hati. Sebaliknya

rakyat dianggap sebagai pihak yang rendah derajatnya.

Implikasi negatif lainnya dapat dilihat dalam soal kebijakan publik.

Penguasa atau pemerintah adalah pihak yang berhak merumuskan dan

menentukan kebijakan publik, sedangkan rakyat cenderung tidak diajak

berdialog dan kurang didengar apresiasinya.

b. Kecenderungan patronage

Pola hubungan patronage merupakan salah satu budaya politik yang

menonjol di Indonesia. Hubungan semacam ini oleh James Scott disebut

sebagai pola hubungan

patron-client

. Pola hubungan ini sifatnya individual.

Antara dua individu, yaitu

patron

dan

client

, terjadi interaksi timbal-balik

dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki masing-masing. Pihak

patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan, dan materi,

sedangkan pihak client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan, dan

kesetiaan.

Pola hubungan semacam ini akan tetap terjaga selama kedua belah pihak

memiliki sumber daya tersebut. Kalau tidak demikian, masing-masing pihak

akan mencari pihak lain yang akan dijadikan entah sebagai patron ataupun

sebagai client. Meski demikian, karena pada umumnya pihak patron memiliki

sumber daya yang lebih besar dan kuat, pola hubungan semacam ini cenderung

lebih menguntungkan pihak patron.

c. Kecenderungan neo-patrimonialistik

Salah satu kecenderungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah

adanya kecenderungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-

patrimonialistik, artinya, meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan

rasionalistik seperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi

dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.

Syukur Abdullah (1991: 123) mengungkapkan bahwa ada empat ciri

birokrasi modern yang dimaksud, di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang

dari atas ke bawah dalam birokrasi.

2) Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing memiliki

tugas dan tanggung jawab yang tegas.

3) Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formal yang

mengatur bekerjanya birokrasi dan tingkah laku anggotanya.

4) Adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan

atas dasar karir, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan

penampilan.

15

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Max Weber (1968: 341) menuturkan bahwa dalam negara yang

patrimonialistik, penyelenggaraan pemerintahan berada di bawah kontrol

langsung pimpinan negara. Selain itu, negara patrimonialistik memiliki

sejumlah karakteristik sebagai berikut (Afan Gaffar, 2002: 117).

1) Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki

seorang penguasa kepada teman-temannya.

2) Kebijakan seringkali lebih bersifat partikularistik daripada bersifat

universalistik.

3)

Rule of law

lebih bersifat sekunder apabila dibandingkan dengan

kekuasaan penguasa (

rule of man

).

4) Penguasa politik seringkali mengaburkan antara kepentingan umum dan

kepentingan publik.

Di era reformasi sekarang ini sistem

politik Indonesia mengalami perkem-

bangan-perkembangan yang cukup

bagus dan lebih demokratis dalam

melibatkan partisipan dalam berbagai

macam kegiatan politik seperti pemilu

langsung untuk memilih wakil-wakil

rakyat yang duduk dalam lembaga

perwakilan rakyat baik di tingkat pusat

maupun daerah, pemilihan presiden dan

walikota/bupati secara langsung,

menurut peraturan perundangan yang

telah mengalami amandemen.

Dalam pembentukan budaya politik nasional, terdapat beberapa unsur yang

berpengaruh, yaitu sebagai berikut.

a.

Unsur subbudaya politik yang berbentuk budaya politik asal.

b.

Aneka rupa subbudaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya

politik asal itu berada.

c.

Budaya politik nasional itu sendiri.

Lebih jauh lagi pertumbuhan budaya politik nasional dapat dibagi dalam

beberapa tahap.

a.

Budaya politik nasional yang sedang berada dalam proses pembentukannya.

b.

Budaya politik nasional yang tengah mengalami proses pematangan. Pada

tahap ini, budaya politik nasional pada dasarnya sudah ada, akan tetapi masih

belum matang.

c.

Budaya politik nasional yang sudah mapan, yaitu budaya politik yang telah

diakui keberadaannya secara nasional.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.9

SBY-Boediono dipilih secara langsung oleh

partisipan untuk memimpin jalannya roda

pemerintahan periode 2009-2014.

16

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Cerdas dan Kritis

Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pematangan budaya politik Indonesia

pada dasarnya melibatkan suatu tahap penyerasian antara subbudaya politik, yang

berupa sekian banyak subbudaya politik dengan struktur politik nasional.

Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara,

maka semua kekuatan sosial politik (partai politik dan ormasnya) harus berupaya

untuk melapangkan jalan menuju integrasi budaya politik nasional. Semua kekuatan

sosial politik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam tataran

praktik politik. Begitu pula dengan berkembangnya organisasi-organisasi profesi

dan massa yang berwawasan kebangsaan harus mampu mewujudkan iklim yang

kondusif dengan memperkecil/menyelesaikan konflik berbagai golongan dengan

baik tanpa mempersoalkan asal-usul, etnik, agama, maupun politik.

Untuk itulah pemerintah harus benar-benar berwawasan kebangsaan, agar

tahap proses pematangan budaya politik Indonesia lebih cepat, perlu melonggarkan,

mengurangi pengelompokan-pengelompokan masyarakat atas dasar etnis, agama

yang mempunyai tujuan politik.

1. Negara Indonesia telah mengalami beberapa pergantian kekuasaan/

pemerintahan sejak Soekarno dan Hatta memproklamasikan negara ini

menjadi negara yang merdeka. Dimulai dengan pemerintahan orde lama, lalu

digantikan oleh orde baru, dan akhirnya direformasi oleh orde reformasi.

2.

Nah, tugas Anda adalah menentukan ciri budaya politik (hirarki yang ketat

atau patronage ataukah neo-patrimonialistik) yang terdapat pada setiap orde

kekuasaan tersebut.

3.

Sertakan pula alasan dan bukti yang mendukung hasil kerja Anda tersebut.

4.

Susunlah dalam bentuk esai atau artikel (bila perlu sertakan teori-teori dari

para ahli yang sekiranya dapat mendukung pernyataan Anda).

5.

Kumpulkan hasil kerja Anda kepada guru untuk diberikan evaluasi.

Korupsi

Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai

negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka

yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan

kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-

unsur sebagai berikut.

Wawasan Hukum

17

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

1.

Perbuatan melawan hukum.

2.

Penyalahgunaan kewenangan dan kesempatan.

3.

Sarana memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

4.

Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya sebagai

berikut.

1.

Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan).

2.

Penggelapan dalam jabatan.

3.

Pemerasan dalam jabatan.

4.

Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

5.

Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan

resmi untuk keuntungan pribadi. Sesungguhnya, semua bentuk pemerintahan rentan

korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam

bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,

sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah

kleptokrasi, yang arti harafiahnya

pemerintahan oleh para pencuri

, di mana pura-pura

bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,

terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti

penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas

dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat

penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang

dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di

satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Sumber:

www.wikipedia.com

Umpan Balik

Setelah Anda menyimak

Wawasan Hukum

mengenai korupsi di atas, bagaimana sikap

Anda mengetahui negara Indonesia termasuk negara yang paling korup di dunia? Lalu,

mengapa budaya korupsi di Indonesia sangat sulit untuk diberantas, padahal sejak kecil

masyarakat Indonesia sudah ditanamkan doktrin-doktrin nilai keagamaan yang

menyebutkan bahwa korupsi merupakan dosa besar bagi manusia? Hal-hal apa saja yang

sekiranya perlu diperbaiki dalam budaya politik di Indonesia? Tulislah jawaban Anda

dalam sebuah karangan singkat.

CC

CC

C

..

..

.

Sosialisasi P

Sosialisasi P

Sosialisasi P

Sosialisasi P

Sosialisasi P

engeng

engeng

eng

embangembang

embangembang

embang

an Budaan Buda

an Budaan Buda

an Buda

yy

yy

y

a Pa P

a Pa P

a P

olitikolitik

olitikolitik

olitik

Kita dapat melihat bahwa banyak ilmuwan politik yang menemukan hakikat

pengertian dan batasan sosialisasi politik yang satu dengan lainnya tak jauh berbeda.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

18

Pendidikan Kewarganegaraan XI

1. Gabriel A. Almond (1974: 44)

Almond mengungkapkan bahwa sosialisasi politik menunjuk pada proses di

mana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk

dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-

patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.

2. Ramlan Surbakti (1992: 117)

Menurut Surbakti, sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap

dan orientasi politik anggota masyarakat.

3. Kenneth P. Langton (Haryanto, 1992: 36)

Langton menyatakan bahwa sosialisasi politik adalah cara bagaimana

masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya.

4. Richard E. Dawson (Haryanto, 1992: 37)

Dawson menyebutkan bahwa sosisalisasi politik dapat dipandang sebagai

suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari

orangtua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara

baru dan mereka yang menginjak dewasa.

Bertolak dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian sosialisasi politik dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

memasyarakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat.

Menurut Alfian (1993: 243), ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memahami

sosialisasi politik, yaitu sebagai berikut.

1.

Sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus

menerus selama peserta itu hidup.

2.

Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara

langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-

perasaan mengenai politik secara tegas. Proses itu berlangsung dalam keluarga,

sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik

langsung.

Beberapa definisi tersebut tampak memiliki kesamaan dan secara sama

mengetengahkan segi pentingnya sosialisasi, yaitu sebagai berikut.

1.

Sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun

periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.

2.

Bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial

dan baik secara eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.

3. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, di mana

pembelajaran tersebut diperoleh dari pengalaman/pola-pola aksi.

4.

Memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam

batas-batas yang luas dan lebih khusus berkenaan pengetahuan atau informasi,

motif-motif (nilai-nilai), dan sikap-sikap.

19

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Selain itu, sosialisasi politik juga bertujuan untuk memelihara sistem politik dan

pemerintahan yang resmi. Apa jadinya suatu negara atau bangsa jika warga negaranya

tidak tahu warna bendera sendiri, lagu kebangsaan sendiri, bahasa sendiri, ataupun

pemerintah yang tengah memerintahnya sendiri? Mereka tentunya akan menjadi warga

negara tanpa identitas.

Dalam melakukan kegiatan sosialisasi politik, Prof. Dr. Damsar (2010: 166-171)

mengungkapkan, bahwa terdapat lima cara, yaitu sebagai berikut.

1. Imitasi

Peniruan (imitasi) merupakan

mekanisme sosialisasi yang paling dikenal

oleh umat manusia. Apa yang dikenal dan

dipahami pertama kali dalam hidup seorang

anak manusia didapatkan melalui proses

peniruan. Proses peniruan merupakan

suatu bentuk transmisi awal terhadap nilai-

nilai, pengetahuan, kepercayaan-

kepercayaan, sikap, dan harapan,

termasuk dalam aspek politik dari

kehidupan kepada anak-anak oleh orang

yang lebih dewasa, terutama orang tua

dalam keluarga. Proses ini dikenal sebagai

sosialisasi primer, yaitu proses pembentukan identitas seorang anak menjadi

pribadi atau diri (

self

).

2. Instruksi

Perintah (instruksi) merupakan

penyampaian sesuatu yang berisi amar

atau keputusan oleh orang atau pihak

yang memiliki kekuasaan (ordinat) kepada

orang yang tunduk atau dipengaruhi

orang yang memiliki kekuasaan

(subordinat) untuk dilaksanakan.

Instruksi politik biasanya berlangsung

pada institusi yang berkait dengan aspek

politik dari kehidupan seperti negara dan

partai politik.

3. Desiminasi

Desiminasi politik sering dilakukan oleh para anggota legislatif dan aparat

birokrasi untuk memberitahu atau menyebarluaskan informasi tentang suatu

agenda politik. Aparatur birokrasi, misalnya, melakukan desiminasi pemilihan

legislatif, presiden, dan kepala daerah melalui pertemuan tatap muka (seminar

Sumber: www.google.com

Gambar 1.10

Gus Dur mendapatkan pengetahuan politik

melalui cara imitasi, yaitu dari orang

tuanya dan generasi NU sebelumnya.

Sumber: Tempo, 27 Mei 2007

Gambar 1.11

Siswa di IPDN mendapatkan pengetahuan

tentang politik lewat instruksi yang didapatkan

dari pengelola sekolah (penguasa).

20

Pendidikan Kewarganegaraan XI

atau pelatihan), penyebaran pamflet, baliho, dan media massa seperti surat kabar,

radio, dan televisi. Sedangkan anggota legislatif, misalnya, mendesiminasi Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen ke

berbagai unsur masyarakat di seluruh Indonesia. Desiminasi lebih bersifat

penyebarluasan informasi politik, sehingga kelompok sasaran memiliki pengetahuan

tentang apa yang didesiminasi.

4. Motivasi

Motivasi politik merupakan suatu mekanisme sosialisasi politik untuk

membentuk sikap, kalau bisa pada tahap perilaku, seseorang atau kelompok orang

tentang suatu nilai-nilai, pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, sikap politik,

dan harapan politik tertentu. Agen yang mampu melakukan motivasi adalah mereka

yang memiliki suatu derajat kepercayaan tertentu terhadap orang atau kelompok

orang yang dimotivasi seperti orang tua, pemimpin (formal dan informal), dan

kelompok rujukan atau mereka yang memiliki keahlian dan kompetensi sebagai

motivator seperti orator, konselor, konsultan, dan lainnya. Motivasi politik tidak

hanya ditujukan untuk perubahan sikap tetapi juga perilaku seperti yang

diharapkan.

5. Penataran

Pada masa Orde Baru dahulu, kita telah diperkenalkan dengan suatu

mekanisme sosialisasi politik bernama penataran, yang dimasyhurkan dengan nama

penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sesuai dengan

namanya, penataran P4 merupakan suatu bentuk sosialisasi politik untuk

menanamkan nilai-nilai, pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, sikap, dan

perilaku yang sesuai dengan Pancasila. Terdapat sekian butir tuntunan nilai, sikap,

dan perilaku yang dipandang Pancasilais, ditatar dalam suatu pertemuan yang

relatif panjang untuk diwujudkan atau diimplementasikan ke dalam sikap dan

perilaku keseharian.

Berpijak pada pengertian sosialisasi politik dan cara-cara sosialisasi politik di

atas, maka diperlukan sarana-sarana

atau agen-agen sosialisasi politik

sebagai sarana pendidikan politik.

Sarana-sarana atau agen-agen sosiali-

sasi politik tersebut antara lain sebagai

berikut.

1. Keluarga

Keluarga merupakan primary

group dan agen sosialisasi utama

yang membentuk karakter politik

individu oleh sebab mereka adalah

lembaga sosial yang paling dekat.

Peran ayah, ibu, saudara, memberi

Sumber: www.google.com

Gambar 1.12

Keluarga adalah agen sosialiasi politik paling

utama.

21

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno

misalnya, mem-peroleh nilai-nilai penentangan terhadap Belanda melalui ibunya,

Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga bangsawan Bali

menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda di saat

mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran dan

semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya yang

terjajah oleh Belanda.

2. Sekolah

Sekolah sebagai suatu sarana

sosialisasi politik sudah merupakan hal

yang wajar. Sekolah memiliki kewajiban

untuk memberikan pengetahuan tentang

dunia politik dan peranan para generasi

muda di dalamnya. Sekolah juga

membangun kesadaran kepada anak

didik mengenai pentingnya hidup

bernegara dalam bentuk pendidikan

kewarganegaraan. Rasa setia kepada

negara juga dapat dibangun dan

ditumbuhkan dengan cara memberikan

pemahaman tentang simbol-simbol negara, seperti lambang negara, bendera

nasional, bahasa nasional, serta berbagai lagu kebangsaan dan perjuangan.

Lebih jauh lagi, sekolah memberikan pandangan yang lebih konkret tentang

lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Siswa juga berlatih

berorganisasi dan memimpin di sekolah. Hal-hal tersebut dapat menambah

pengetahuan siswa terhadap dunia politik.

3. Peer group

Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group.

Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik

primary group. Peer group adalah teman-teman

sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang

dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu sangat

memengaruhi beberapa tindakan individu di dalamnya.

Tokoh semacam Mohammad Hatta banyak memiliki

pandangan-pandangan yang sosialistik saat ia bergaul

dengan teman-temannya di bangku kuliah di Negeri

Belanda. Melalui kegiatannya dengan kawan sebaya

tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi

sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian

hari. Demikian pula pandangannya atas sistem politik

demokrasi yang bersimpangan jalan dengan Sukarno

di masa kemudian.

Sumber:

www.google.com

Gambar 1.13

Sosialisasi politik dapat dilakukan di

lingkungan pendidikan.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.14

Mohammad Hatta banyak memiliki

pandangan-pandangan yang

sosialistik saat ia bergaul

dengan teman-temannya di

bangku kuliah di Negeri Belanda.

22

Pendidikan Kewarganegaraan XI

4. Media massa

Media massa merupakan agen

sosialisasi politik secondary group. Tidak

perlu disebutkan lagi pengaruh media

massa terhadap seorang individu. Berita-

berita yang dikemas dalam media audio

visual (televisi), surat kabat cetak, internet,

ataupun radio, yang berisikan perilaku

pemerintah ataupun partai politik banyak

memengaruhi kita. Meskipun tidak

memiliki kedalaman, tetapi media massa

mampu menyita perhatian individu oleh

sebab sifatnya yang terkadang menarik

atau cenderung ‘berlebihan’.

5. Pemerintah

Pemerintah merupakan agen

sosialisasi politik secondary group.

Pemerintah merupakan agen yang punya

kepentingan langsung atas sosialisasi

politik. Hal ini dikarenakan pemerintahlah

yang menjalankan sistem politik dan

stabilitasnya. Pemerintah biasanya

melibatkan diri dalam politik pendidikan,

di mana beberapa mata pelajaran

ditujukan untuk memperkenalkan siswa

kepada sistem politik negara, pemimpin,

lagu kebangsaan, dan sejenisnya.

Pemerintah, secara tidak langsung,

melakukan sosialisasi politik melalui tindakannya itu. Melalui tindakan pemerintah,

orientasi afektif individu bisa terpengaruh

dan memengaruhi budaya politiknya.

6. Partai politik

Partai politik adalah agen sosialisasi poli-

tik secondary group. Partai politik biasanya

membawakan kepentingan nilai spesifik dari

warga negara, seperti agama, kebudayaan,

keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya.

Melalui partai politik dan kegiatannya,

individu dapat mengetahui kegiatan politik di

negara, pemimpin-pemimpin baru, dan

kebijakan-kebijakan yang ada.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.15

Media massa merupakan agen sosialisasi

politik secondary group.

Sumber:

www.google.com

Gambar 1.17

Parpol memiliki kepentingan spesifik

ketika menjadi agen sosialiasi politik.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.16

Pemerintah merupakan agen yang punya

kepentingan langsung atas sosialisasi politik.

23

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Semangat Kebangsaan

Semangat Kebangsaan

Bermusyawarah

Bermusyawarah

Cerdas dan Kritis

1.

Mengapa budaya politik perlu disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya

disosialisasikan kepada para pelajar, padahal ada anggapan umum bahwa

segala hal yang berkaitan dengan politik itu negatif sifatnya?

2.

Renungkan pertanyaan di atas, lalu tuangkan jawaban atau uraian Anda ke

dalam sebuah bentuk karangan minimal tiga halaman folio.

3.

Bacakan karangan Anda di depan kelas dan mintalah tanggapan dari teman-

teman dan guru.

1.

Bentuklah siswa di kelas Anda menjadi beberapa kelompok.

2.

Setiap kelompok membuat makalah mengenai peranan media cetak dan

elektronik terhadap sosialisasi politik di Indonesia. (Isi makalah hendaknya

juga mengulas apakah ada keberpihakan/ketidaknetralan media massa tertentu

terhadap partai atau golongan tertentu, beserta dampak positif dan negatifnya)

3.

Presentasikan makalah kelompok Anda secara bergantian dengan kelompok

lain.

4.

Adakan tanya jawab mengenai isi paper atau makalah sehingga didapatkan

suatu kesimpulan yang logis dan valid.

5.

Mintalah guru untuk membimbing dan memberikan evaluasi akhir.

1. Semangat kebangsaan seseorang dapat ditumbuhkan melalui penanaman nilai-nilai

cinta tanah air sejak kecil. Cara untuk menanamkan semangat kebangsaan tersebut di

antaranya melalui ceramah, diskusi, pidato, dan sebagainya.

2. Nah, sekarang imajinasikan siswa di kelas Anda sebagai anggota dari sebuah partai

politik yang salah satu tujuannya adalah menjunjung tinggi rasa cinta tanah air.

3. Kemudian, Anda yang berposisi sebagai ketua partai, berpidatolah di depan teman-

teman Anda tanpa menggunakan teks (improvisasi/spontan) dengan tema

Pentingnya

Cinta Tanah Air dalam Sebuah Partai Politik

.

4. Setelah selesai berpidato, mintalah kritik dan saran terhadap isi pidato Anda kepada

teman-teman di kelas.

5. Guru akan memberikan penilaian pidato Anda.

24

Pendidikan Kewarganegaraan XI

DD

DD

D

..

..

.

PP

PP

P

erer

erer

er

an Budaan Buda

an Budaan Buda

an Buda

yy

yy

y

a Pa P

a Pa P

a P

olitik Politik P

olitik Politik P

olitik P

arar

arar

ar

tisipantisipan

tisipantisipan

tisipan

Cara paling praktis yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam berpolitik antara

lain adalah dengan menjadi anggota partai politik atau dengan menggunakan hak

pilihnya dalam pemilu, baik untuk memilih lembaga perwakilan rakyat (MPR DPR,

dan DPRD) maupun presiden dan wakil presiden. Selain itu, masyarakat dapat

melibatkan diri, baik secara aktif maupun pasif, dalam bentuk diskusi politik atau

kampanye politik.

1.1.

1.1.

1.

PP

PP

P

arar

arar

ar

tai Ptai P

tai Ptai P

tai P

olitikolitik

olitikolitik

olitik

Ada beberapa pengertian dari beberapa ahli politik mengenai partai politik.

a. Prof. Dr. Miriam Budiardjo (1998: 16)

Partai politik adalah organisasi atau golongan yang berusaha untuk

memperoleh dan menggunakan kekuasaan.

b. Sigmund Neuman (dalam Harry Eckstein dan David E. Apter (1963:

352)

Partai politik adalah organisasi tempat kegiatan politik yang berusaha

untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas

dasar persaingan melawan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang

tidak sepaham.

c. Carl J. Friedrich (dalam Budiardjo, 1998: 16)

Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil

dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap

pemerintah bagi pimpinan partainya sehingga penguasaan itu memberikan

manfaat kepada anggota partainya baik yang bersifat ideal maupun material.

Bertolak dari beberapa

pengertian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa partai politik

merupakan saluran utama untuk

memperjuangkan kehendak

rakyat, bangsa, dan negara

sekaligus sebagai sarana

kondensasi dan rekrutmen

kepemimpinan nasional. Oleh

karena itu, peserta pemilu

presiden dan wakil presiden

adalah pasangan calon yang

diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang

penentuannya dilaksanakan

secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik

atau kesepakatan antarpartai politik yang bergabung.

Sumber: www.google.com

Gambar 1.18

Partai politik merupakan saluran utama untuk

memperjuangkan aspirasi rakyat.

25

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai

partisipasi rakyat dalam aktivitas partai politik mempunyai dasar ideologis bahwa

rakyat berhak turut menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya

menentukan kebijaksanaan umum (

public policy

).

a. Fungsi partai politik

Dalam negara demokrasi, partai politik memiliki beberapa fungsi sebagai

berikut.

1) Sebagai sarana komunikasi politik

Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai media atau perantara

antara rakyat dengan pemerintah. Fungsi tersebut dilaksanakan dengan

mendengarkan, menggabungkan, dan merumuskan aspirasi yang berasal

dari masyarakat, lalu dituangkan dalam bentuk program partai.

Perumusan dalam bentuk program tersebut mencerminkan inti dari

aspirasi yang berasal dari masyarakat untuk diperjuangkan dalam proses

pembuatan kebijaksanaan umum. Apabila fungsi ini tidak dapat terlaksana,

maka akibatnya aspirasi dan kepentingan masyarakat akan hilang, atau

bahkan dapat memunculkan konflik kepentingan antara masyarakat

dengan pemerintah. Dengan demikian, partai politik menjadi penyalur

aspirasi yang datang dari bawah (masyarakat).

Adapun dari atas (pemerintah), partai politik berfungsi pula sebagai

penyalur segala keputusan kebijakan yang telah dihasilkan dan yang

mengikat masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini partai politik

merupakan partner pemerintah dalam mensukseskan kebijakan umum.

Misalnya, dengan adanya Undang-Undang Perpajakan, partai politik

dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa membayar pajak

merupakan kewajiban setiap warga negara dan pajak yang dipungut tadi

akan terhimpun sebagai modal masyarakat serta akan dikembalikan

kepada masyarakat sebagai dana pelayanan umum (

public service

).

2) Sebagai sarana sosialisasi politik

Dalam proses sosialisasi,

partai politik berfungsi untuk

menyebarluaskan dan mene-

rangkan serta mengajak masya-

rakat menghayati norma-norma

dan nilai-nilai politik. Melalui

kegiatan ini partai politik ikut

membina serta memantabkan

norma-norma dan nilai-nilai

politik yang berlaku di masya-

rakat. Usaha sosialisasi dapat

diwujudkan melalui penerangan

Sumber:

www.google.com

Gambar 1.19

Partai politik dapat mengajak masyarakat

menghayati norma-norma dan nilai-nilai

politik melalui sosialisasi politik.

26

Pendidikan Kewarganegaraan XI

hak dan kewajiban warga negara, pentingnya ikut pemilihan umum,

menyelenggarakan kursus-kursus kader, dan lain sebagainya.

3) Sebagai sarana rekrutmen politik

Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang

berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai

(

political recruitment

). Dengan demikian, partai politik turut serta dalam

memperluas partisipasi politik masyarakat. Contoh nyata dalam

kehidupan bernegara adalah, adanya usaha untuk mewariskan nilai-nilai

dari generasi terdahulu kepada generasi muda melalui rekrutmen dan

pembinaan generasi muda.

4) Sebagai sarana pengatur konflik dalam masyarakat

Dalam suasana demokratis, persaingan dan perbedaan pendapat

dalam masyarakat merupakan hal yang wajar. Namun apabila sampai

terjadi konflik, partai politik wajib berusaha untuk mengatasinya. Dalam

masyarakat yang sangat heterogen sifatnya, perbedaan etnis, status,

sosial ekonomi, ataupun agama, sangat mudah sekali mengundang konflik.

Konflik-konflik yang timbul semacam itu dapat diatasi dengan bantuan

partai politik, minimal dapat memperkecil akibat-akibat negatif yang timbul

dari konflik-konflik tersebut.

b. Aktivitas partai politik

Kajian tentang politik, senantiasa dihadapkan pada realitas kehidupan

organisasi negara (pemerintah) seperti aktivitas politik untuk mengatur

kehidupan negara, proses pencapaian tujuan negara, dan untuk melaksanakan

tujuan negara sebaik-baiknya. Pada negara demokrasi, rakyat diberikan hak

untuk menyalurkan pendapat, keinginan, dan cita-cita kenegaraan yang

dianggap baik.

Permasalahannya, politik yang diperankan oleh anggota-anggota partai

politik sesungguhnya mempunyai misi yang sama, yaitu sebagai berikut.

1) Bagaimana cara memperoleh kekuasaan?

2) Bagaimana cara menggunakan kekuasaan yang ada?

3) Bagaimana cara memperoleh dukungan kekuasaan?

4) Bagaimana usaha-usaha mempertahankan kekuasaan?

5) Bagaimana caranya mengendalikan kekuasaan?

Untuk mencapai tingkat kekuasaan tertentu, diperlukan partai politik

sebagai sarana untuk memperoleh kekuasaan. Partai politik juga merupakan

wadah bagi penyaluran aspirasi rakyat melalui suatu sistem politik yang telah

disepakati bersama (berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku).

27

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

2.2.

2.2.

2.

PP

PP

P

arar

arar

ar

tisipasi P

tisipasi P

tisipasi P

tisipasi P

tisipasi P

olitikolitik

olitikolitik

olitik

Dalam sebuah masyarakat yang menganut sistem politik demokrasi, seperti

halnya Indonesia, semestinya masyarakatnya turut aktif dalam partisipasi politik.

Hal ini dikarenakan dalam sistem politik demokrasi, rakyatlah yang harus

berdaulat. Maka, proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan politik,

lebih-lebih yang menyangkut hajat hidup orang banyak, rakyat harus ikut aktif

terlibat di dalamnya.

Partisipasi politik dapat diartikan adanya keikutsertaan warga negara dalam

kehidupan negara dalam mewujudkan berbagai kebutuhan dan kepentingannya,

walaupun sering terjadi benturan-benturan dengan kepentingan dan kebijaksanaan

pemerintah.

Kegiatan warga negara dalam partisipasi politiknya dapat memengaruhi proses

pembuatan kebijakan umum dan pelaksanaannya, serta ikut menentukan

kepemimpinan seseorang penguasa negara. Benturan-benturan antara keinginan

anggota warga negara (masyarakat) dengan kekuasaan pemerintah, mencakup

seluruh kepentingan, termasuk keinginan untuk berpartisipasi dalam masalah-

masalah politik.

Secara umum, wujud partisipasi politik masyarakat yang bersifat positif adalah

turut aktif dalam pemilu, baik di tingkat daerah/lokal maupun nasional. Pemilu di

tingkat daerah/lokal dapat diwujudkan melalui pemilihan umum kepala daerah

(Pemilukada). Adapun pemilu di tingkat nasional dapat diwujudkan melalui

pemilihan kepala dan wakil kepala negara (presiden dan wakil presiden).

Sejalan dengan pemaparan di atas, menurut Prof. Dr. Miriam Budiardjo (1998:

183), bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik.

Partisipasi politik mencakup semua kegiatan suka rela seseorang untuk turut

serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara

langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan-

kegiatan yang termasuk dalam partisipasi politik antara lain sebagai berikut.

a.

Ikut memilih wakil rakyat melalui

pemilihan umum, seperti hal-hal

berikut.

1) Mengajukan beberapa alter-

natif calon pemimpin.

2) Mendukung atau menentang

calon pemimpin tertentu.

3) Mengajukan kritik dan koreksi

atas pelaksanaan kebijakan

umum.

4) Mengajukan tuntutan-tuntutan

kepada penguasa pusat

maupun daerah.

Sumber:

www.google.com

Gambar 1.20

Ikut memilih wakil rakyat merupakan salah

satu bentuk partisipasi politik.

28

Pendidikan Kewarganegaraan XI

5) Melaksanakan keputusan-keputusan pemerintah yang telah ditetapkan.

6) Membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

b.

Menjadi anggota aktif dalam partai politik, kelompok penekan (

pressure

group

), maupun kelompok kepentingan tertentu.

c.

Duduk dalam lembaga politik, seperti MPR, DPR, presiden, atau menteri.

d.

Mengadakan komunikasi (dialog) dengan wakil-wakil rakyat.

e.

Berkampanye atau menghadiri kelompok diskusi.

Adapun Ramlan Surbakti (dalam Arifin Rahmat, 1998: 128) menyebutkan

bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam

menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya.

Ciri-ciri yang terdapat di dalamnya antara lain sebagai berikut.

a.

Berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat

diamati, bukan perilaku batiniah berupa sikap dan orientasi.

b.

Kegiatan itu diarahkan untuk memengaruhi pemerintah selaku pembuat dan

pelaksana keputusan politik.

c.

Kegiatan yang berhasil (efektif) ataupun yang gagal memengaruhi pemerintah

termasuk dalam konsep partisipasi politik.

d.

Kegiatan memengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun

secara tidak langsung. Kegiatan langsung berarti individu memengaruhi

pemerintah tanpa menggunakan perantara. Sedangkan kegiatan tidak langsung

berarti individu memengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap

dapat meyakinkan pemerintah.

e.

Kegiatan memengaruhi peme-

rintah dapat dilakukan, baik

melalui prosedur wajar

(konvensional) dan tidak berupa

kekerasan (

nonviolence

),

seperti ikut memilih dalam

pemilihan umum, mengajukan

petisi, melakukan kontak tatap

muka, dan menulis surat,

maupun dengan kekerasan

(

violence

), seperti demonstrasi,

pembang-kangan halus (seperti

lebih memilih kotak kosong daripada memilih calon yang disodorkan

pemerintah), huru-hara, mogok, pembangkangan sipil, serangan bersenjata,

dan gerakan-gerakan politik serta revolusi.

Secara umum, partisipasi yang baik adalah partisipasi yang mendukung

suksesnya usaha bersama. Kualifikasi atau sifat-sifat partisipasi yang baik adalah

sebagai berikut.

Sumber:

www.yahoo.com

Gambar 1.21

Demonstrasi merupakan salah satu cara untuk

memengaruhi kebijakan pemerintah.

29

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

a. Positif

Partisipasi dikatakan bersifat positif apabila partisipasi itu mendukung

kelancaran usaha bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebaliknya

partisipasi menjadi negatif apabila menjadi beban, menjadi penghalang atau

memperlambat lajunya kegiatan atau usaha bersama. Contoh yang nyata

adalah, seorang kader partai dikatakan berpartisipasi secara positif apabila

ia menyumbangkan tenaga, materi, dan waktu untuk partainya pada masa

Pemilu. Contoh lainnya adalah, masyarakat dapat terlibat secara langsung

menjadi panitia pemilukada ataupun pemilu di lingkungan tempat tinggal

mereka masing-masing.

b. Kreatif

Partisipasi dikatakan bersifat kreatif memiliki arti adanya keterlibatan

yang berdaya cipta, tidak hanya mengikuti begitu saja suatu kegiatan yang

direncanakan pihak lain, tidak hanya melaksanakan instruksi atasan,

melainkan memikirkan sesuatu yang baru. Kreasi itu dapat berupa gagasan-

gagasan baru, metode atau teknik baru, atau cara kerja baru yang lebih efektif

dan lebih efisien yang menjadi faktor penting dalam suksesnya kegiatan

bersama. Contohnya, seorang kader parpol dapat saja mengajukan usul yang

orisinil kepada partainya mengenai cara berkampanye yang efektif dan tidak

memakan biaya yang besar.

c. Kritis, korektif, dan konstruktif

Partisipasi dikatakan bersifat kritis, korektif, dan konstruktif berarti

keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan

kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang lebih baik.

Dengan demikian, bukan saja proses usaha bersama akan lebih lancar, tetapi

juga dapat mencegah dampak negatif yang akan muncul. Sifat partisipasi

seperti ini sangat bermanfaat untuk menjaga agar perencanaan dan

pelaksanaan suatu usaha bersama benar-benar berlangsung baik dan

mencapai sasaran. Contohnya, LSM-LSM yang ada di Indonesia benar-benar

mengawasi jalannya pemerintahan, sehingga dapat memberi saran dan kritik

apabila terjadi ketidakberesan dalam program-program yang dijalankan

pemerintah.

d. Realistis

Partisipasi dikatakan bersifat realistis berarti adanya keikutsertaan

dengan mempertimbangkan kenyataan, baik kenyataan dalam masyarakat

maupun kenyataan mengenai kemampuan pelaksanaan suatu kegiatan, waktu

yang tersedia, kesempatan, dan keterampilan para pelaksana. Contohnya,

masyarakat dapat saja mengusulkan pergantian suatu pejabat karena

menganggap pejabat tersebut tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan

baik.

30

Pendidikan Kewarganegaraan XI

3.3.

3.3.

3.

DeDe

DeDe

De

baba

baba

ba

t Pt P

t Pt P

t P

olitikolitik

olitikolitik

olitik

Debat politik merupakan

proses pendewasaan politik

masyarakat melalui tukar pikiran

yang mengandung makna sebagai

berikut.

a.

Makna politis, bahwa debat

politik harus dapat menjadi

wahana pendidikan politik

masyarakat yang menga-

jarkan dan membentuk sikap

serta perilaku politik masyara-

kat semakin rasional, mau menerima perbedaan, dan berpartisipasi atas dasar

kesadaran bersama untuk membangun bangsa dan negara.

b.

Makna sosiologis, bahwa debat politik harus mampu mewujudkan kehidupan

masyarakat yang semakin sadar akan hak dan kewajibannya, tanggung jawab

moral, tertib sosial serta membentuk perilaku politik yang santun, kooperatif,

saling menghormati dan tidak anarkis (merusak).

Pelaksanaan debat politik di masyarakat harus memerhatikan rambu-rambu

“etis” dan “normatif”. Etis atau etika, merupakan tata laku dalam berpolitik yang

harus memperhatikan nilai-nilai budaya, adat, dan moral yang hidup dan

dipertahankan oleh masyarakat, sedangkan normatif adalah tata laku dalam

berpolitik yang didasarkan pada aturan-aturan baku yang dibuat oleh pemerintah

untuk kepentingan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila etika

dan normatif dijadikan pedoman dalam pelaksanaan debat politik di dalam

masyarakat, hal ini akan menjadi cermin bagi pendidikan politik masyarakat dalam

berpolitik yang selalu mengedepankan struktur dan aturan.

Dasar hukum pelaksanaan debat politik di masyarakat adalah sebagai berikut.

a. UUD RI Tahun 1945 (Perubahan IV)

1) Pasal 28 yang menyebutkan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan

dengan undang-undang”.

2) Pasal 28E Ayat 3 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak atas

kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

b. UU Nomor 9 Tahun 1998

Pasal 2 UU Nomor 9 Tahun 1998 adalah undang-undang tentang

kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, yang menyebutkan

“Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas

menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab

berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.

Sumber: www.google.com

Gambar 1.22

Debat politik merupakan proses pendewasaan politik

masyarakat.

31

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Analisis

Analisis

c. UU Nomor 39 Tahun 1999

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal

24 Ayat 1 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat,

dan berserikat untuk maksud-maksud damai”.

Hal ini diperkuat dengan Pasal 25 yang berbunyi, “Setiap orang berhak

untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Aktivitas politik masyarakat melalui debat politik, dapat membawa implikasi

luas terhadap sikap, perilaku, dan isu-isu politik yang berkembang di dalam

masyarakat. Manfaat debat politik bagi masyarakat antara lain sebagai berikut.

a.

Sebagai sarana pendidikan politik masyarakat.

b.

Membiasakan diri menanggapi isu-isu/opini publik dengan rasional dan

proporsional.

c.

Tumbuh sikap kesadaran dan pengendalian diri dalam menerima perbedaan.

d.

Memahami dinamika kehidupan politik yang mengacu pada

the rule of law

.

e.

Menumbuhkan sikap yang mengedepankan kepentingan umum, bangsa, dan

negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Di negara-negara demokrasi pada umumnya pelaksanaan debat politik adalah

sesuatu hal yang familier (terbiasa/akrab). Hal ini dapat dimengerti, karena debat

politik selama ini hanya ada pada lingkungan nasyarakat kampus dan cendekia,

sedangkan pada masyarakat level bawah (marginal) dan di pedesaan, debat politik

relatif tidak pernah terjadi. Yang terkadang muncul hanyalah sebatas obrolan

nonformal dari wacana atau opini publik yang berkembang pada saat itu dengan

tema tidak fokus pada masalah politik tertentu.

1. Simaklah wacana di bawah ini dengan cermat.

Sistem Politik Harus Direvitalisasi

JAKARTA - Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia

(Formappi) Tommy Legowo mengatakan sekarang saat yang tepat untuk melakukan

revitalisasi sistem politik. Kondisi politik yang sedang stabil saat ini membuat

pengambil kebijakan lebih tenang menata sistem politik lewat perbaikan paket ITU

Politik.

Salah satu yang penting, kata Tommy, adalah regulasi tentang parpol. Regulasi

itu harus bisa memaksa institusi tersebut menjalankan fungsinya sebagaimana

mestinya, terutama bisa menciptakan sistem keanggotaan yang sistemik dengan

berbasis pada meritokrasi.”Pasalnya, sistem keanggotaan itu akan menjadi salah satu

32

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Cerdas dan Kritis

faktor dalam menghasilkan kader yang mempunyai kapasitas. Dengan sistem

keanggotaan berbasis pada meritokrasi, itu bisa mencegah kader karbitan, yang hanya

karena bermodalkan popularitas dan uang, tiba-tiba diprioritaskan,” ujar Tommy

Legowo di Jakarta, Minggu (2/5).

Dengan sistem keanggotaan yang masih buruk, tak heran jika partai kerap

mengambil jalan pintas. Misalnya, dalam merekrut calon legislatif atau calon kepala

daerah. Jalur regulasi yang bisa digunakan memaksa partai itu bersedia menerapkan

sistem keanggotaan yang berkualitas.”Harus diingat prinsip demokrasi itu adalah

meritokrasi. Jadi siapa yang berdedikasi, bekerja baik, dan mempunyai kapasitas lebih

baik, mestinya itu yang diprioritaskan menduduki jabatan politis tertentu. Jadi ini

membentuk budaya memilih yang lebih unggul dulu,” ujarnya.

Tommy melihat sistem keanggotaan partai di Indonesia, selain tak sistematis,

juga terlalu sederhana. Sistem keanggotaan partai hanya terdiri atas anggota dan

anggota luar biasa. Padahal baik-buruknya sistem keanggotaan itu sedikit banyak

akan menentukan berkualitas atau tidaknya kader partai yang dihasilkan.”Sistem

keanggotaan partai yang baik itu jenjangnya ada simpatisan, lalu setelah itu

jenjangnya ke calon anggota, anggota muda, anggota senior, kader muda, dan kader

senior,” ujar Tommy.

Sumber:

Koran Jakarta, 3 Mei 2010

2.

Setelah mencermati wacana di atas, setujukah Anda dengan pendapat Tommy Legowo

di atas? Jika Anda setuju, berikanlah pendapat untuk menguatkan tulisan di atas.

Kalau Anda tidak setuju, berikan alasan dan bukti-bukti untuk menolak pendapat

Tommy tersebut.

4. Tulislah analisis Anda secara tertulis dan kumpulkan kepada guru untuk dievaluasi.

1.

Setiap lima tahun sekali rakyat Indonesia merayakan pesta demokrasi untuk

memilih wakil-wakil rakyat di pemerintahan. Sarana merayakan pesta

demokrasi tersebut salah satunya dengan melakukan kampanye. Kampanye

merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam politik. Namun

demikian, kampanye yang biasanya dilakukan oleh partai-partai politik sering

menimbulkan pro dan kontra dalam pelaksanaannya.

2.

Setelah menyimak sedikit pengantar di atas, cobalah Anda mencari data-

data berupa berita, artikel, atau opini (dapat juga disertai gambar/foto) di

media massa mengenai pelaksanaan kampanye.

3.

Susunlah berita, artikel, opini, serta gambar/foto tersebut menjadi sebuah

kliping dan jilidlah dengan rapi. Kliping harus dilengkapi dengan judul utama,

kata pengantar, daftar isi, dan yang paling penting adalah kesimpulan Anda

(disertai saran dan kritik) setelah mengamati isi kliping.

4.

Kumpulkan kliping Anda kepada guru untuk diberikan penilaian.

33

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Wawasan Kebhinekaan

Wawasan Kebhinekaan

Politik dalam Pluralisme Budaya

Pemilihan umum yang lalu kian menunjukkan, demokrasi kita belum menjadi

kebudayaan.

Mengikuti pendapat Alexis de Tocquiville,

Democracy in America,

demokrasi adalah

seperangkat nilai dan keyakinan yang terkandung dalam pikiran warga negara mengenai

kesetaraan hak-hak mereka—dimaksud secara implisit tak lain adalah kebudayaan—maka

demokrasi kita masih jauh dari cita-cita itu.

Dalam pengertian itu, demokrasi yang kini kita pahami masih demokrasi teknis,

mekanistik, dan superfisial. Yang terjadi adalah demokrasi sekadar tempelan nama, direduksi

menjadi uang dan kursi, koalisi pura-pura, slogan-slogan, janji-janji kosmetik, dan

dominannya kepentingan kelompok elite politik. Ditengarai ada dua wajah politik yang

kontras dan dominannya pluralisme budaya dalam kehidupan bangsa kita sebagai

pencetus utama fenomena ini.

Dua wajah politik

Jarak yang jauh antara elite politik dan rakyat pemilih menampilkan dua wajah politik

berbeda. Elite politik menampilkan perilaku berubah-ubah, tidak konsisten, selama masa

menuju pemilu dan sesudahnya. Rencana koalisi yang dikabarkan melalui media cetak

dan elektronik berubah-ubah setiap saat. Hampir tiap hari menjelang pemilu lalu, halaman

depan koran menampilkan foto dua ketua umum partai berbeda-beda (bahkan diketahui

selama ini berseberangan) saling berkunjung. Mereka berdampingan sambil bersalaman

seolah menunjukkan kemauan untuk berkoalisi. Pascapemilu, tampilan foto-foto ini berganti

topik dengan isu pemilu presiden dan wakil presiden, tetapi dengan pola kelakuan elite

yang sama.

Di kalangan rakyat pemilih, muncul kebingungan, khususnya karena kian tidak jelas

bagi mereka calon anggota legislatif mana yang akan mereka pilih. Tidak hanya karena

sebagian besar calon anggota legislatif tidak dikenal, tetapi juga sang caleg umumnya

mengandalkan kampanye tokoh-tokoh puncak partai alias mereka tidak berkampanye

sendiri dengan pemikiran dan program mereka.

Banyak warga berjubel di depan papan yang memasang gambar partai dan caleg pada

tempat pemungutan suara (TPS) tanggal 9 April lalu, bingung untuk memilih siapa dan

partai apa.

Pluralisme kebudayaan

Dalam pluralisme kebudayaan, tiap kebudayaan dipandang otonom dan ditanggapi

apa adanya sehingga kebudayaan yang dominan dianggap selayaknya dominan karena

pendukungnya yang mungkin lebih banyak. Hal ini sudah ditengarai hampir seabad lalu

oleh JS Furnivall (1938), ahli kebijakan ekonomi Hindia Belanda, dalam The Netherlands

Indies: A Study in Political Economy.

Dalam pikiran bangsa kita yang majemuk, hadir kotak-kotak kebudayaan yang tegas

batas-batasnya dan kerap diwarnai stereotip dan prasangka. Kotak-kotak kebudayaan itu

tidak hanya berbasis etnik atau agama, tetapi juga kepentingan politik berjangka pendek

34

Pendidikan Kewarganegaraan XI

maupun panjang. Hal ini mewujudkan wawasan pikiran yang sempit karena kurangnya

ruang berpikir tentang keberadaan pihak lain di luar kelompok sendiri. Terbentuknya

banyak partai politik adalah salah satu indikasi.

Pluralisme kebudayaan adalah tantangan besar dalam membangun demokrasi.

Demokrasi adalah proses kebudayaan yang menuntut keyakinan tiap warga negara untuk

saling menghargai, membangun, dan memelihara toleransi, kesediaan untuk menerima

kebenaran pihak lain, dan mengaku kalah dalam pemilu jika memang kalah.

Demokrasi bukan konsep hitam-putih, tetapi proses dialog antarkebudayaan.

Mewujudkan demokrasi dalam pluralisme kebudayaan itu amat mungkin karena banyak

bangsa lain yang juga pluralistik berhasil membangun demokrasi.

Fenomena menjelang dan pascapemilu lalu menunjukkan, kita masih jauh dari budaya

demokrasi yang dicitakan. Mungkin kita baru sebatas membaca sebagian buku teks tentang

demokrasi Barat dan mempraktikkannya di negeri ini dan merasa seolah kita sudah

mempraktikkan demokrasi. Kita baru sebatas menafsirkan demokrasi sebagai proporsi

jumlah kursi di DPR dan rakyat datang ke TPS mencontreng gambar partai dan calon

anggota legislatif.

Padahal, demokrasi sebagai kebudayaan adalah suatu sistem nilai dalam pikiran dan

kehidupan tentang bagaimana memandang orang lain dalam kesetaraan, menghargai hak

orang lain seperti menghargai hak sendiri, yang memandang negeri ini sebagai tempat

kehidupan yang sama bagi tiap warga. Demokrasi sebagai suprastruktur, bukan sekadar

infrastruktur dan struktur belaka. Kontras-kontras dalam politik tentu kontraproduktif

bagi pembangunan demokrasi.

Sumber:

www.yahoo.com

Dalam dunia politik yang

mengutamakan partisipasi, orang

hendaknya memahami dua hal

penting , yaitu mengenai komunikasi

politik dan perilaku politik. Hal ini

dikarenakan komunikasi politik

merupakan salah satu input dari

sistem politik, yang menggambarkan

proses informasi-informasi politik.

Komunikasi politik menyajikan

semua kegiatan dari sistem politik

sehingga aspirasi dan kepentingan

dikonversikan menjadi berbagai

kebijaksanaan.

Selain menghubungkan semua bagian dari sistem politik, komunikasi politik

dapat pula menentukan kualitas tanggapan dari sistem politik itu sendiri. Apabila

komunikasi itu berjalan dengan lancar, wajar, dan sehat, maka akan meningkatkan

Sumber:

Majalah Men’s Obsession, Tahun 2005

Gambar 1.23

Komunikasi politik akan memudahkan penguasa untuk

menangkap aspirasi masyarakat.

35

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan kepentingan

masyarakat serta tuntutan perubahan zaman.

Pada negara-negara yang sudah maju ipteknya akan menempatkan komunikasi

politik pada posisi yang penting. Hal itu dikarenakan dengan komunikasi politik

akan mampu memelihara dan meningkatkan kualitas keandalan suatu sistem politik

yang sudah mapan. Selain itu, komunikasi politik akan mampu memelihara dan

mengembangkan budaya politik yang berlaku dan telah menjadi landasan yang

mantap dari sistem politik yang mapan dan handal itu.

Kesimpulannya, fungsi komunikasi politik antara lain sebagai berikut.

a.

Sebagai salah satu cara penyerahan sejumlah tuntutan dan dukungan sebagai

masukan dalam satu politik.

b.

Sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat, dalam rangka

mobilisasi sosial untuk implementasi tujuan, memperoleh dukungan,

memperoleh kepatuhan, dan integritas politik.

c.

Sebagai umpan balik atas sejumlah kebijakan saran pemerintah.

d.

Sebagai sosialisasi politik kepada masyarakat.

e.

Sebagai kekuatan kontrol sosial yang memelihara idealisme sosial dan

keseimbangan politik.

Unsur-unsur dalam komunikasi pada umumnya terdiri dari komunikator,

komunikan, pesan (

message

), media, tujuan, efek, dan sumber komunikasi. Semua

unsur tersebut berada pada dua struktur politik, yakni infrastruktur dan

suprastruktur politik. Kerangka di atas, tidak lagi mengasumsikan bahwa

komunikasi semata-mata sebagai alat (

tool

) untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu.

Adapun perilaku politik adalah tingkah laku politik para aktor politik dan warga

negara atau interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga lembaga

pemerintah, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam proses

pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. Hal ini tampak dalam

dinamika kehidupan. Ada pihak yang memerintah, ada pula yang menaati perintah.

Dalam kenyataan, sebenarnya situasi politik memiliki ruang lingkup yang

sangat luas, antara lain meliputi pengertian respon emosional berupa dukungan

atau sikap apatis terhadap pemerintah (perundang-undangan). Sikap yang

berbentuk apatis terhadap pemerintah ini termasuk dalam kategori menolak untuk

berpartisipasi dalam politik.

Ada beberapa alasan mengapa orang berperilaku tidak mau melibatkan diri

dalam politik (partisipan). Robert Dahl menyebutkan alasan sebagai berikut.

a.

Orang mungkin kurang tertarik dalam politik jika mereka memandang rendah

terhadap segala manfaat yang diharapkan dari keterlibatan politik,

dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh dari berbagai aktivitas

lainnya.

36

Pendidikan Kewarganegaraan XI

b.

Orang merasa tidak melihat adanya perbedaan yang tegas antara keadaan

sebelumnya, sehingga apa yang dilakukan seseorang tersebut tidaklah menjadi

persoalan.

c.

Seseorang cenderung kurang terlibat dalam politik jika merasa bahwa tidak

ada masalah terhadap hal yang dilakukan, karena ia tidak dapat mengubah

dengan jelas hasilnya.

d.

Seseorang cenderung kurang terlibat dalam politik jika merasa bahwa hasil-

hasilnya relatif akan memuaskan orang tersebut sekalipun ia tidak berperan

di dalamnya.

e.

Jika pengetahuan seseorang tentang politik tersebut terlalu terbatas untuk

dapat menjadi efektif.

f.

Semakin besar kendala yang dihadapi dalam perjalanan hidup, semakin kecil

kemungkinannya bagi seseorang untuk terlibat dalam politik.

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku politik warga

negara pada umumnya ada dua hal, yaitu sebagai berikut.

a.

Perasaan puas atau tidak puas dengan kenyataan yang ada.

b.

Perilaku yang menginginkan atau menolak perubahan.

Orang yang sudah puas umumnya memiliki sikap perilaku politik yang positif

terhadap pemerintah, sedangkan orang yang tidak puas memiliki sikap politik

yang negatif terhadap apa saja yang dilakukan oleh pemerintah. Berdasarkan

sikap perilaku kelompok masyarakat tersebut dapat digolongkan sikap perilaku

politiknya.

a. Radikal

Perilaku radikal adalah perilaku warga

negara yang tidak puas terhadap keadaan

yang ada serta menginginkan perubahan

yang cepat dan mendasar. Orang yang

bersifat radikal biasanya tidak mengenal

kompromi dan tidak mengindahkan orang lain

serta cenderung maunya menang sendiri.

b. Moderat

Perilaku moderat adalah sikap perilaku

politik masyarakat yang telah cukup puas

dengan keadaan dan bersedia maju, tetapi

tidak menerima sepenuhnya perubahan

apalagi perubahan yang serba cepat seperti

kelompok radikal.

Sumber:

www.google.com

Gambar 1.24

Warga negara yang tidak puas

terhadap keadaan yang ada akan

mampu berbuat radikal.

37

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

Cerdas dan Kritis

c. Status quo

Perilaku status quo adalah sikap politik dari warga negara yang sudah

puas dengan keadaan yang ada/berlaku dan berusaha keadaan tersebut tetap

dipertahankan.

d. Konservatif

Perilaku konservatif adalah sikap perilaku politik masyarakat yang sudah

puas dengan keadaan yang sudah ada dan cenderung bertahan dari perubahan.

e. Liberal

Perilaku liberal adalah sikap perilaku politik masyarakat yang berpikir

bebas dan ingin maju terus. Kaum liberal menginginkan perubahan progresif

dan cepat. Perubahan yang diinginkan berdasarkan hukum atau kekuatan

legal untuk mencapai tujuan.

Bagi bangsa Indonesia sendiri yang memiliki pandangan hidup Pancasila,

perilaku dalam berpolitik harus sesuai dengan budaya dan nilai-nilai Pancasila,

antara lain sebagai berikut.

a.

Menghargai perbedaan dan kemajemukan serta keanekaragaman.

b.

Kritis, inovatif, dan konstruktif.

c.

Kemandirian dan kompetitif.

d.

Komitmen yang kuat dan tanggung jawab atas pilihannya.

e.

Santun, antikekerasan, dan mampu mengendalikan diri.

f.

Terbuka dan toleransi.

g.

Saling menghargai dan bekerja sama.

h.

Mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan masalah.

i.

Lapang dada dan mau kompromi demi kepentingan dan keutuhan bangsa

dan negara.

1.

Akhir-akhir ini beberapa stasiun televisi banyak menayangkan perilaku wakil

rakyat dalam panggung politik, yang ironisnya banyak didominasi oleh tingkah

laku yang negatif. Contoh paling konkret adalah ketika dalam sidang DPR

terjadi adu mulut bahkan sampai terjadi aksi saling maki di antara anggota

dewan perwakilan rakyat.

2.

Nah, Anda sebagai siswa yang telah diajarkan etika dalam berpolitik, cobalah

untuk menularkan ilmu politik yang telah Anda miliki kepada para anggota

dewan tersebut.

38

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Telaah Konstitusi

Telaah Konstitusi

Bermusyawarah

Bermusyawarah

3.

Caranya, buatlah sebuah surat yang isinya memberikan wawasan, saran, dan

kritik kepada para anggota dewan tersebut mengenai etika dalam berpolitik.

(Teori-teori dari ahli politik dapat juga dimasukkan untuk menguatkan saran

Anda)

4.

Surat yang Anda tulis minimal lima halaman kertas folio dan dalam bentuk

ketikan.

5.

Mengenai dikirimkan atau tidak surat Anda tersebut ke gedung DPR di Jakarta,

akan ditentukan oleh kebijakan guru dan sekolah. Minimal surat tersebut

dikumpulkan kepada guru untuk diberikan evaluasi dan penilaian.

1.

Bagilah siswa di kelas menjadi beberapa kelompok.

2.

Setiap kelompok membuat esai atau artikel singkat yang mengulas pro dan

kontra mengenai maraknya artis/selebriti yang mendaftarkan diri atau

didaftarkan oleh partai sebagai calon wakil rakyat akhir-akhir ini.

3.

Bandingkan hasil tulisan kelompok Anda dengan kelompok yang lain dan

adakan diskusi singkat.

4.

Guru akan mengevaluasi dan memberikan penilaian terhadap hasil kerja Anda.

1.

Carilah referensi mengenai Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 105

Tahun 2003 tentang tata cara penelitian dan penetapan partai politik menjadi

peserta pemilihan umum di internet atau sumber-sumber lainnya.

2.

Coba Anda simak pasal-pasal yang terdapat di dalamnya, lalu berilah

tanggapan terhadap isinya (misalnya, apakah keputusan tersebut sudah

mempertimbangkan unsur kelayakan, keadilan, etika, dan sebagainya) dalam

bentuk esai minimal tiga halaman folio.

3.

Kumpulkan hasil kerja Anda kepada guru untuk mendapatkan penilaian.

39

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

1.

Budaya politik merupakan perwujudan nilai-nilai politik yang dianut oleh

sekelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman

dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas politik kenegaraan.

2.

Dari beberapa pengertian mengenai budaya politik yang dikemukakan oleh para

ahli politik, maka dapat dilihat bahwa budaya politik menunjuk pada orientasi dari

tingkah laku individu atau masyarakat terhadap sistem politik.

3.

Salah satu makna dari budaya politik itu sendiri adalah orientasi masyarakat

terhadap objek politik.

4.

Objek politik adalah hal yang dijadikan sasaran dari orientasi masyarakat. Objek

politik yang dijadikan sasaran tersebut meliputi tiga hal sebagai berikut.

a.

Objek politik umum atau sistem politik secara keseluruhan.

b.

Objek politik input, yaitu lembaga atau pranata politik yang termasuk proses

input dalam sistem politik.

c.

Objek politik output, yaitu lembaga atau pranata politik yang termasuk proses

output dalam sistem politik.

5.

Almond dan Powell menyatakan bahwa orientasi seseorang terhadap sistem politik

dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu orientasi kognitif, afektif, dan evaluatif.

Orientasi kognitif meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan tentang sistem

politik. Sedangkan orientasi afektif menunjuk pada aspek perasaan atau ikatan

emosional seseorang terhadap sistem politik. Adapun orientasi evaluatif berkaitan

dengan penilaian moral seseorang terhadap sistem politik.

6.

Dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua manfaat,

yaitu sebagai berikut.

a.

Sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik akan mempengaruhi

tuntutan-tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya terhadap

sistem politik itu.

b.

Dengan memahami hubungan antara budaya politik dengan sistem politik,

dapat dimengerti maksud-maksud individu yang melakukan kegiatan sistem

politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik.

7.

Almond dan Verba menyatakan bahwa orientasi masyarakat terhadap budaya

politik dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu budaya politik parokial, kaula,

dan partisipan.

8.

Masoed dan MacAndrews menyatakan bahwa ada tiga model budaya politik

berdasarkan proporsi ketiga tipe budaya politik yang dikemukakan oleh Almond

dan Verba, yaitu sistem demokratis industrial, sistem politik otoriter, dan sistem

demokratis pra-industrial.

Rangkuman

40

Pendidikan Kewarganegaraan XI

9.

Menurut Rusadi, budaya politik Indonesia hingga dewasa ini belum banyak

mengalami perubahan/pergeseran dan perpindahan yang berarti.

10. Afan Gaffar menyebutkan bahwa ada tiga ciri dominan yang terdapat pada budaya

politik Indonesia, yaitu hirarki yang tegar/ketat, kecenderungan patronage, dan

kecenderungan neo-patrimonialistik.

11. Pengertian sosialisasi politik dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

memasyarakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat.

12. Dalam sosialisasi politik diperlukan sarana-sarana atau agen-agen sosialisasi

politik sebagai sarana pendidikan politik. Sarana-sarana atau agen-agen sosialisasi

politik tersebut antara lain keluarga, sekolah, peer group, media massa, pemerintah,

dan partai politik.

13. Cara paling praktis yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam berpolitik antara

lain adalah dengan menjadi anggota partai politik atau dengan menggunakan hak

pilihnya dalam pemilu, baik untuk memilih lembaga perwakilan rakyat (MPR DPR,

dan DPRD) maupun presiden dan wakil presiden. Selain itu, masyarakat dapat

melibatkan diri, baik secara aktif maupun pasif, dalam bentuk diskusi politik atau

kampanye politik.

14. Dalam sebuah masyarakat yang menganut sistem politik demokrasi, seperti halnya

Indonesia, semestinya masyarakatnya turut aktif dalam partisipasi politik.

15. Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan

segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya.

16. Kualifikasi atau sifat-sifat partisipasi yang baik antara lain positif, kreatif, kritis-

korektif-konstruktif, dan realistis.

17. Debat politik merupakan proses pendewasaan politik masyarakat melalui tukar

pikiran yang mengandung makna politis dan sosiologis.

18. Komunikasi politik merupakan salah satu input dari sistem politik, yang

menggambarkan proses informasi-informasi politik.

19. Perilaku politik adalah tingkah laku politik para aktor politik dan warga negara

atau interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga lembaga pemerintah,

dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam proses pembuatan,

pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik.

Uji KUji K

Uji KUji K

Uji K

ompetensi

ompetensi

ompetensi

ompetensi

ompetensi

A. Pilihlah jawaban yang paling benar!

1.

Di bawah ini yang merupakan definisi budaya politik menurut Rusadi Sumintapura

adalah ....

a. Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya

terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

b. Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap

kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.

41

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

c. Budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang

bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus

dilakukan oleh pemerintah.

d. Budaya politik merupakan suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara

terhadap sistem politik dengan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap

peranan warga negara yang ada dalam sistem itu.

e. Budaya politik adalah suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai-

nilai, dan keterampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat,

termasuk pola kecenderungan-kecenderungan khusus serta pola-pola kebiasaan

yang terdapat pada kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2.

Ahli politik yang menyatakan bahwa masyarakat mengidentifikasikan diri mereka

terhadap simbol-simbol dan lembaga-lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi

yang dimilikinya adalah ....

a. Almond dan Powell

b. Rusadi Sumintapura

c. Larry Diamond

d. Almond dan Verba

e. Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews

3.

Anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian, mungkin pula kesadaran

terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap segi outputnya,

merupakan ciri tipe budaya politik ....

a. kaula

d. parochial-participant culture

b. partisipan

e. parokial

c. mixed political cultures

4.

Kerabat dan saudara dari para pemegang kekuasaan yang memperoleh kemudahan

dalam menjalankan usahanya karena adanya unsur nepotisme merupakan contoh

dari budaya politik ....

a. unggul

d. patr

imonialistik

b. partisipan

e. patronage

c. kaula

5. Berikut yang bukan merupakan karakteristik yang terdapat pada negara

patrimonialistik menurut Max Weber adalah ....

a. Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang

penguasa kepada teman-temannya.

b. Kebijakan seringkali lebih bersifat partikularistik daripada bersifat

universalistik.

c. Kebijakan seringkali lebih bersifat universalistik daripada bersifat partikularistik.

d. Rule of law lebih bersifat sekunder apabila dibandingkan dengan kekuasaan

penguasa (rule of man).

e. Penguasa politik seringkali mengaburkan antara kepentingan umum dan

kepentingan publik.

42

Pendidikan Kewarganegaraan XI

6.

Berikut yang merupakan pengertian sosialisasi politik menurut Richard E. Dawson

adalah ....

a. Sosialisasi politik adalah cara bagaimana masyarakat meneruskan kebudayaan

politiknya.

b. Sosialisasi politik menunjuk pada proses di mana sikap-sikap politik dan pola-

pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk dan juga merupakan sarana

bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan

keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.

c. Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik

anggota masyarakat.

d. Sosisalisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan,

nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari orangtua, guru, dan sarana-

sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang

menginjak dewasa.

e. Sosialiasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-aspek tingkah

laku yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan,

motif-motif, dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan

yang sekarang atau yang tengah diantisipasi sepanjang kehidupan manusia

normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

7.

Berikut yang tidak termasuk agen-agen sosialiasi politik adalah ....

a. keluarga

d. tempat kerja

b. sekolah

e. kelompok pergaulan

c. pasar

8.

Cara paling praktis yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam berpolitik adalah

....

a. mengajukan diri sebagai calon wakil rakyat di DPR

b. mendaftarkan diri ke dalam sebuah partai politik

c. memberikan penyuluhan tentang pentingnya politik kepada masyarakat

d. bergabung untuk menjadi tim sukses sebuah partai

e. mendirikan sebuah partai politik baru

9.

Tindakan yang biasanya dilakukan oleh partai yang kalah dalam pemilu untuk

mendapatkan kekuasaan dalam sebuah pemerintahan adalah ....

a. membubarkan partai, lalu bergabung dengan partai pemenang pemilu

b. bergabung dengan partai lain untuk menjadi oposisi

c. melakukan koalisi dengan partai pemenang pemilu

d. melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang baru

e. memboikot hasil pemilu dan meminta pemilu ulang

10. Adanya keikutsertaan warga negara dalam kehidupan negara dalam mewujudkan

berbagai kebutuhan dan kepentingannya, walaupun sering terjadi benturan-

benturan dengan kepentingan dan kebijaksanaan pemerintah, merupakan defisini

dari ....

43

Bab 1

Budaya Politik di Indonesia

a. budaya politik

d. bargaining politik

b. sistem politik

e. partisipasi politik

c. sosialisasi politik

11. Debat politik harus mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang semakin

sadar akan hak dan kewajibannya, tanggung jawab moral, tertib sosial serta

membentuk perilaku politik yang santun, kooperatif, saling menghormati dan tidak

anarkis (merusak), merupakan pernyataan dari debat politik yang memiliki makna

....

a . politis

d. hirarkis

b. sosiologis

e. demografis

c. demokratis

12. Di bawah ini yang bukan termasuk manfaat debat politik bagi masyarakat adalah

....

a. sebagai sarana pendidikan politik masyarakat

b. membiasakan diri menanggapi isu-isu/opini publik dengan rasional dan

proporsional

c. tumbuh sikap kesadaran dan pengendalian diri dalam menerima perbedaan.

d. memahami dinamika kehidupan politik yang mengacu pada the rule of law

e. sebagai alat propaganda bagi suatu partai tertentu

13. Pada negara-negara yang sudah maju ipteknya akan menempatkan komunikasi

politik pada posisi yang ....

a. penting

d. tidak terlalu elementer

b. tidak penting

e. tidak terlalu rendah

c. sekunder

14. Perilaku warga negara yang tidak puas terhadap keadaan yang ada serta

menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar. Orang yang bersifat radikal

biasanya tidak mengenal kompromi dan tidak mengindahkan orang lain serta

cenderung maunya menang sendiri, merupakan pengertian dari perilaku ....

a. moderat

d. status quo

b. konservatif

e. liberal

c. radikal

15. Bagi bangsa Indonesia, perilaku dalam berpolitik harus sesuai dengan ....

a. budaya dan nilai-nilai Pancasila

b. budaya dan nilai-nilai moral dalam partai

c. situasi yang dianggap menguntungkan

d. amanat dari pimpinan partai atau golongan tertentu

e. perkembangan situasi politik

44

Pendidikan Kewarganegaraan XI

Tan Malaka

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka, lahir

di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 19

Februari 1896 dan meninggal di Desa Selopanggung,

Kediri, Jawa Timur, 16 April 1949 pada umur 53 tahun,

adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia,

seorang pemimpin komunis, dan politisi yang mendirikan

Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan

revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran

yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah

perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan

yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang

legendaris.

Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun

pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia.

Walaupun berpandangan komunis, ia juga sering terlibat konflik dengan kepemimpinan

Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar

Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa

Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat

memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan komunis

internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai

“Pahlawan revolusi nasional” melalui ketetapan parlemen dalam sebuah undang-undang

tahun 1963.

Sumber:

www.wikipedia.com

B . Jawablah dengan uraian yang tepat!

1.

Mengapa dalam budaya politik, masyarakat mengidentifikasikan diri mereka

terhadap simbol-simbol dan lembaga-lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi

yang dimilikinya?

2.

Menurut Anda, mana yang lebih baik diterapkan di Indonesia, antara budaya

politik parokial, kaula, atau partisipan? Jelaskan alasan Anda dengan logis!

3.

Mengapa menurut Rusadi, budaya politik Indonesia hingga dewasa ini belum

banyak mengalami perubahan/pergeseran dan perpindahan yang berarti?

4.

Mengapa lembaga sekolah dianggap penting sebagai wadah sosialisasi politik?

5.

Di televisi tentu Anda sering melihat acara debat politik yang akhirnya tampak

seperti debat kusir. Bagaimana sikap dan saran Anda melihat fenomena seperti

itu? Kemudian, kira-kira format apa yang paling tepat diterapkan dalam sebuah

debat politik di televisi? Jelaskan alasannya!

Sumber:

www.yahoo.com

Profil

Profil